14 Februari

Bagian 1 dari “Broken Hearts Day”

cw // mentioning of kissing, expletives

“Woo, gue mau nanya … tapi lo jangan panik, ya?” bisik Eric saat mereka menunggu lembar soal ujian akhir Semester Pendek itu didistribusikan.

“Nanya apaan? Kenapa gue harus panik?” jawab Sunwoo bingung, juga dalam sebuah bisikan.

“Itu … emm … emangnya Kak Juhak itu pacaran sama Kak Yerim, ya?” tanya Eric pelan.

“Hah?! Ngaco! Tau dari mana, lo?!” respons Sunwoo panik.

“Tadi gue liat sendiri mereka dateng bareng ke kampus, naik mobil Kak Juhak. Terus, Kak Juhak ngebukain pintu buat Kak Yerim.”

Sunwoo menarik napas lega. “Oooh … kebetulan bareng aja, kali? Lo tau sendiri ‘kan kalo Kak Juhak sering ngasih tebengan.”

“Awalnya gue kira juga gitu, tapi ya masa kalo kebetulan bareng pake cipokan di parkiran?”

“HAH?!”

Pembicaraannya dengan Eric di ruang ujian tadi kembali terbayang di benak Sunwoo. Memainkan alat tulis di atas diktat bahan ujiannya besok, Sunwoo menghela napas dengan kesal.

Oke, fix. Ini nggak akan ada yang bisa masuk ke otak gue!

Usai menggerutu dalam hati, Sunwoo membuka laci meja belajarnya. Cokelat Valentine untuk Haknyeon teronggok mengenaskan di sana. Sunwoo sengaja memesan cokelat itu untuk mengutarakan perasaannya pada Haknyeon tahun ini, tapi … belum sempat ia melakukannya, Eric sudah membawa berita tidak menyenangkan itu untuknya.

Sunwoo menutup laci mejanya dengan kasar sambil mendengus kesal. Mengerahkan segenap konsentrasinya, Sunwoo kembali menghadapi diktatnya, berusaha untuk memasukkan semua bahan mata kuliah Kesehatan Mental yang akan diujikan keesokan harinya.

Mental gue yang lagi nggak sehat, anjir!


Adalah Kim Sunwoo, mahasiswa semester enam dari Fakultas Psikologi, yang menjadi tokoh utama dari cerita kali ini. Seperti yang sudah terlihat di atas, ia menyukai seseorang bernama Ju Haknyeon dan kini sedang mengalami patah hati karena ternyata Haknyeon—katanya—sudah memiliki pacar, Yerim.

Ju Haknyeon adalah mahasiswa tingkat akhir dari fakultas yang sama dengan Sunwoo. Mereka menjadi cukup dekat karena Haknyeon sempat menjadi penanggung jawab kelompok Sunwoo saat masa orientasi mahasiswa baru. Terlebih lagi, ternyata tempat tinggal Haknyeon—yang merupakan sebuah apartemen—ternyata berada di seberang kompleks perumahan tempat Sunwoo tinggal.

Terlepas dari angkatan mereka yang berbeda satu tahun, semua kebetulan itu membuat mereka semakin dekat dan perasaan lain selain ‘teman’ atau ‘adik tingkat’ bersemi di dada Sunwoo. Lelaki itu berusaha menekan perasaannya karena ia tidak ingin Haknyeon merasa terbebani, atau lebih menyedihkan lagi, menjauhinya karena ia memiliki perasaan itu.

Udah lah, udah bisa jadi sahabat aja, gue udah bersyukur banget.

Begitu pikir Sunwoo waktu itu.

Tapi tidak bisa!

Semua perlakuan Haknyeon padanya sangat berbeda dengan perlakuannya kepada teman-teman yang lain.

“Beda banget, anjir, Woo. Kalo ke lo mah, semua juga dikasih, diladenin sama dia. Giliran ke yang lain, susaaah … banget. Gue waktu itu mau pinjem catetan PD VI punya dia aja susahnya minta ampun, ada aja alesannya. Eh ke lo mah, lo nggak perlu minjem, udah langsung dikasih sama dia!”

Itu salah satu contoh yang diberikan oleh Bomin waktu itu. Atau … merujuk kepada curhatan Sanha,

“Lo tau sendiri, Kak Juhak dan makanan itu udah kayak dua sejoli yang tak dapat dipisahkan, tapi kalo lo dateng, lo mau ngambil makanan apa aja—berapa aja—yang ada di depannya, dia nggak akan peduli. Gue waktu itu cuma mau ngambil sukro satu—SATU biji doang, sat!—tangan gue langsung jadi korban kekerasan dalam lingkungan kampus!”

Nah, mendengar itu semua ‘kan Sunwoo jadi besar kepala, ya? Jadi berharap lebih ‘kan ya? Ia jadi yakin bahwa Haknyeon memiliki perasaan yang sama dengannya. Sedikit demi sedikit, mahasiswa yang lebih muda satu tahun itu mulai membuka hatinya, mulai memberikan perhatian lebih dari sekadar teman kepada Haknyeon. Sunwoo bisa merasakan bahwa Haknyeon menerima perhatiannya dan tidak keberatan dengan itu, mereka pun semakin dekat, sampai Sunwoo mulai berpikiran untuk mengutarakan perasaannya kepada Haknyeon.

Itu sekitar satu tahun yang lalu, sebelum seorang mahasiswa pindahan bernama Sohn Eric memasuki lingkaran pertemanan mereka.

Memiliki pribadi yang mudah akrab dengan semua orang, Eric dengan cepat menjadi kesayangan semuanya. Menjadi yang paling muda di antara Sunwoo, Sanha, dan Bomin, membuat Eric mendapat curahan perhatian dari ketiganya. Namun demikian, Eric paling akrab dengan Sunwoo, mungkin karena sense of humor mereka yang hampir sama, tidak seperti Sanha dan Bomin yang cenderung lebih serius.

Akrab dengan Sunwoo membuat Eric juga akrab dengan Haknyeon. Awalnya, Sunwoo merasa bahwa Haknyeon agak sulit menerima kehadiran Eric di antara mereka, terutama kalau Eric bergabung bersama mereka saat perjalanan pulang kuliah. Seiring dengan berjalannya waktu, Haknyeon akhirnya dapat menerima Eric dan mereka jadi cukup dekat satu sama lain.

Dan … Sunwoo cemburu.

Cemburunya Sunwoo itu jelek. Bukannya semakin mendekatkan diri kepada Haknyeon supaya kakak tingkatnya itu melihat kehadirannya, Sunwoo malah semakin menjauh dan membiarkan Haknyeon menjadi semakin dekat dengan Eric.

Haknyeon sama sekali tidak membantu. Saat Sunwoo menjauh dan berubah dingin padanya, namun tetap akrab dengan Eric, Haknyeon membalasnya dengan cara yang sama. Ia ikut tidak memperhatikan Sunwoo, ia bahkan mulai memperlakukan Sunwoo sama dengan teman-temannya yang lain. Tidak ada lagi privilege apapun untuk seorang Kim Sunwoo dari seorang Ju Haknyeon.


“Lo sama Kak Juhak berantem? Kok udah lama diem-dieman gitu?” tanya Eric, suatu hari sebelum semester ganjil benar-benar berakhir.

“Auk tuh. Dia yang ngediemin gue,” elak Sunwoo sambil tetap mengarahkan mata kepada permainan di ponselnya.

“Nggak usah bohong sama gue, lo! Gue tau kalo lo duluan yang ngediemin Kak Juhak.” Sunwoo terdiam dengan bibir dimajukan. “Lo … cemburu sama gue?” tebak Eric hati-hati.

“APAAN?! ENGGAK, YA!” Si yang lebih muda tertawa keras saat melihat respons panik dari Sunwoo.

“Santai, bro … nggak usah ngegas.” Eric terdiam sebentar melihat kurangnya respons dari Sunwoo.

“Jadi … bener lo suka sama Kak Juhak?” lanjut Eric pelan. Sunwoo akhirnya mengangguk kecil.

“Ya udah, tunggu apa lagi? Bikin move, lah!”

“Takut …,” bisik Sunwoo pelan, membuat Eric memutar bola matanya dengan gemas.

“Ah elah, lo mah! Gini deh … nanti waktu Valentine, lo kasih dia cokelat. Kak Juhak ‘kan suka makanan.”

“Tapi nanti jadi keliatan aneh nggak, sih?”

“Ya … lo modal dikit lah, kasih juga ke kita-kita, biar bisa alesan ‘cokelat persahabatan’ gitu kalo ada tanda-tanda Kak Juhak nolak.”

Sunwoo terdiam. “Hmm … bagus juga idenya.”


Sunwoo akhirnya melempar pena yang sedang digenggamnya ke ujung meja belajar.

Sudah. Ia menyerah. Ia tidak akan bisa belajar apapun selama bayangan Haknyeon dan Yerim masih berlarian di benaknya.

Dengan kesal, ia pun mengambil ponselnya untuk menghubungi Haknyeon.


©️aratnish'22