14 Februari
Bagian 1 dari “Have I?”
cw // harsh words
Haknyeon menatap ponselnya dengan bingung.
Ini anak kenapa tiba-tiba nanya gue pacaran sama Yerim, sih? Ketemu berapa perkara coba gue yang homo gini pacaran sama cewek? Emangnya dia nggak bisa ngebaca kalo gue homo? Perasaan gue selama ini nggak sampe ke dia?
Haknyeon memainkan jemarinya di pinggiran ponsel yang masih digenggamnya, mencoba berpikir tanggapan seperti apa yang akan ia berikan terhadap jawaban ‘k’ yang diberikan oleh Sunwoo.
Ah udah lah, nggak usah dibales dulu. ‘Ni anak kalo lagi emosi gini, orang lain mau ngomong apa juga nggak akan didenger.
Tiga tahun berteman—dan memiliki perasaan lebih—dengan Sunwoo membuat Haknyeon cukup mengenal perangai adik tingkatnya itu. Haknyeon tersenyum kecil saat ia mengingat pertama kali menjatuhkan pandangan dan perhatiannya kepada seorang Kim Sunwoo.
Kegiatan orientasi gabungan mahasiswa baru adalah saat pertama keseharian Haknyeon bersinggungan dengan Sunwoo. Saat itu, kebetulan Haknyeon ditunjuk oleh fakultas untuk terlibat di kegiatan itu sebagai penanggung jawab kelompok kecil dan dewi takdir menginginkan Haknyeon untuk menjadi penanggung jawab kelompok Sunwoo. Keberadaan Sunwoo pada awalnya tidak menarik perhatian Haknyeon, hanya ketika Sunwoo berani membela teman satu kelompoknya—walaupun berbeda jurusan—di depan anggota komdis yang terkenal paling galak, barulah Haknyeon mulai memperhatikan lelaki itu.
“Perintah sederhana gitu aja lo nggak ngerti?! Ini udah bukan sekolah menengah lagi dan lo masih belom bisa bertanggungjawab sama diri lo sendiri?! Bego banget sih jadi orang?!” bentak seorang anggota komdis kepada seorang mahasiswa baru yang menunduk takut di depannya. Persoalannya amat sangat sederhana, mahasiswa baru itu lupa membawa bekal makan siang yang diperintahkan panitia hari sebelumnya.
Harusnya nggak segitu juga dimarahinnya. Kalo dia nggak bawa bekel, yang rugi ‘kan dia sendiri. Tinggal dikasih tau gitu aja tanpa harus ngebego-begoin ‘kan bisa, pikir Haknyeon sedikit sebal waktu itu.
“Maaf, Kak ….”
“Maaf! Maaf! Bisanya cuma minta maaf aja! Terus lo mau gimana?! Habis ini kegiatannya lumayan berat, kalo lo nggak makan, terus sakit, pingsan, mau nyalahin panitia, gitu!? Padahal lo-nya aja yang bego, yang nggak becus!”
“Dia beli bekel di saya, Kak … cuma saya emang belom sempet ngasih ke dia.” Haknyeon menaikkan sebelah alisnya saat salah satu mahasiswa baru yang duduk beberapa bangku di sebelahnya berdiri dan maju dua langkah, mendekati si anggota komdis dan mahasiswa baru, yang tidak membawa bekal makan siang, di tengah ruangan.
“Nggak usah ngebelain, lo!”
“Nggak ngebelain, Kak. Emang beneran saya jualan, tapi belom sempet saya oper ke dia, Kakak udah marah duluan. Iya ‘kan Jun? Lo beli bekel di gue, ‘kan?” tanya Sunwoo pada Hyunjun, mahasiswa baru itu. Yang ditanya tampak bingung sesaat, namun melihat tekad di mata Sunwoo, ia pun paham bahwa laki-laki itu sedang berusaha membelanya.
“I— iya, Kak. Saya beli bekel makan siang di Sunwoo,” jawab Hyunjun takut-takut. Si anggota komdis mendesis kesal.
“Terus kenapa lo nggak bilang dari tadi, bego?! Buang-buang tenaga gue aja!”
“Maaf, Kak.”
“Ya udah sana makan!”
“Baik, Kak.”
“Maafnya Kakak, mana?”
Haknyeon kembali menaikkan sebelah alisnya dengan tertarik karena perkataan Sunwoo itu.
“Apa?” Anggota komdis itu memicingkan matanya menatap Sunwoo.
“Maafnya Kakak mana? Kakak udah salah sangka sama Hyunjun, udah marah-marahin, udah ngata-ngatain kasar, tapi waktu tau Kakak salah, Kakak nggak minta maaf sama dia.”
“Lo mau gue minta maaf sama dia? Minta. Maaf. Sama. Dia?!” bentaknya sambil menunjuk Hyunjun.
“Iya. Saya nggak tau ya kalo Kakak, tapi saya selalu diajarkan oleh orang tua saya untuk meminta maaf setiap saya melakukan kesalahan. Kepada siapapun itu.” Dengan penuh tekad—walaupun Haknyeon dapat melihat bahwa kepalan tangan Sunwoo di sisi tubuhnya sudah gemetar—Sunwoo membalas tatapan tajam sang anggota komdis.
Setelah menatap tajam Sunwoo untuk beberapa saat, anggota komdis itu berkata kepada Hyunjun, “Maaf.”
Dan tanpa menunggu jawaban, ia melangkah keluar ruang kelas itu, membuat Sunwoo terduduk lemas di bangkunya.
“Anjir gue takut banget,” ucapnya lemas.
“Makasih banget ya, Woo … maaf banget gue jadi ngelibatin lo.”
“Gapapa, gue nggak suka aja orang yang mentang-mentang kayak gitu. Yuk sini, makan bareng gue, kebetulan gue dibekelin agak banyak hari ini sama nyokap.”
Satu kotak bekal diletakkan di depan keduanya. Dengan bersamaan, keduanya menatap orang yang meletakkannya. Haknyeon.
“Makan ini aja. Gue panitia, gue bisa jajan di kantin. Abis ini kegiatannya emang lebih bikin capek dibanding kemaren, jadi kalo satu bekel dibagi dua nggak akan cukup buat kalian.”
“Eh … tapi, Kak—”
“It’s okay. Cepet makan, nanti keburu abis waktu makannya.”
“Makasih, Kak.”
“Sama-sama.”
Dan Haknyeon kembali bertemu dengan Sunwoo di masa orientasi jurusan satu minggu setelahnya. Sejak itu lah mereka mulai menjadi dekat.
Haknyeon meletakkan ponselnya dan mengambil sekotak cokelat buatan tangan dari dalam tas.
Taun ini percuma lagi cokelatnya, nggak bisa gue kasihin lagi ke dia. Buset dah Juhak pengecut banget, tinggal bilang ‘be my forever valentine’ aja susahnya minta ampun. Gue dimarahin Yerim lagi deh taun ini.
“Pokoknya gue nggak mau makan ‘cokelat Sunwoo’ dari lo lagi taun ini! Don’t get me wrong, cokelat buatan lo enak, Ju … tapi ya masa gue terus yang makan perasaan lo buat Sunwoo? C’mon, be brave, darling!”
Apa jadinya kalau Yerim tahu bahwa tahun ini lagi-lagi Haknyeon tidak bisa memberikan cokelatnya pada Sunwoo? Walaupun, tahun ini sungguh Haknyeon sudah berusaha untuk memberikan cokelatnya, ia hanya tidak bisa menemukan Sunwoo di mana pun. Bahkan Eric yang ditanyanya pun hanya bisa menggeleng.
“Tadi selesai ngumpulin lembar ujian dia langsung cabut, Kak. Nggak bilang-bilang mau ke mana.”
Haknyeon menggaruk kepalanya dengan bingung. Ini memang bukan pertama kalinya Sunwoo menghindari dirinya sejak satu tahun terakhir, tapi Haknyeon tetap tidak habis pikir dengan kelakuan adik tingkatnya itu. Haknyeon juga tidak tahu kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai Sunwoo benar-benar menjauhinya.
Oh. Haknyeon tahu sih awal mulanya. Eric.
Bukannya Haknyeon ingin menyalahkan Eric, tapi memang ia merasa bahwa Sunwoo menjauhinya sejak ada Eric di lingkaran pertemanan mereka. Kalau boleh jujur, justru Haknyeon yang merasa kurang nyaman dengan kehadiran Eric. Eric yang satu angkatan dan satu kelas dengan Sunwoo, Eric yang mengambil kegiatan ekstrakurikuler yang sama dengan Sunwoo, Eric yang lebih dekat dengan Sunwoo dibanding dengan Bomin dan Sanha.
Haknyeon cemburu! Sungguh, kedekatan Eric dengan Sunwoo membuatnya cemburu!
Namun, menjadi yang lebih tua dari Sunwoo membuat Haknyeon bisa berpikir lebih dewasa. Daripada cemburu buta, Haknyeon memutuskan untuk mendekatkan diri kepada Eric juga. Tujuannya hanya satu, untuk meminimalisir kesempatan Sunwoo dan Eric hanya berduaan saja!
“Tapi kayaknya gue salah strategi deh. Mungkin dia marah sama gue karena dia jadi nggak bisa berduaan sama Eric.” Haknyeon mengeluh sambil merebahkan dirinya di kasur.
Ya, sepertinya Haknyeon salah strategi, karena sejak ia berusaha berteman dengan Eric, Sunwoo malah menjauhinya. Sampai pada titik Sunwoo akan pergi kalau Haknyeon datang ke tempat ia dan teman-temannya berkumpul. Tidak paham dengan apa yang sedang terjadi dan tidak ingin membuat Sunwoo semakin kesal, Haknyeon pun sedikit menjauhkan dirinya dengan maksud untuk memberi Sunwoo sedikit ruang dan waktu untuk menenangkan diri. Tapi … ternyata masa menenangkan diri Sunwoo berlangsung sampai hampir satu tahun.
Haknyeon menghela napas berat. Kecewa.
“Gue udah seneng ada notif chat dari dia, eh … nggak taunya tiba-tiba nanya gitu. Apa-apaan, coba? Kalaupun gue nggak homo, nggak mungkin lah gue pacaran sama Yerim! Ya kali gue pacaran sama—”
Denting notifikasi memutus kata-kata Haknyeon. Dengan cepat diambilnya ponsel yang berada di atas nakas, berharap ada pesan lanjutan dari Sunwoo.
©️aratnish'22