Bersama — 31. this could be a long night (?)

⚠️ contents warning 🔞

insecurity, kissing, cuddling, licking, groping, hand job, mentioning of genital, mentioning of contraception, explicit words


Sunwoo dan Haknyeon memasuki kamar Sunwoo pada pukul 10 malam. Rencananya adalah Sunwoo akan tidur di sofa bed di depan televisi, karena kamar tamu kediaman keluarga Kim sedang direnovasi untuk dijadikan studio foto bagi Yuna yang mengambil jurusan fotografi di kampusnya. Namun demikian, Haknyeon meminta untuk ditemani terlebih dulu, setidaknya sampai ia terlelap, karena ia tidak bisa langsung tertidur di tempat baru.

“Jangan macam-macam ya, Sunwoo!” ancam Ayah sebelum mereka menaiki tangga untuk menuju kamar Sunwoo di lantai dua rumah itu.

“Iya, Ayah,” jawab Sunwoo sopan.

‘Satu macem aja, kok,’ tambahnya nakal dalam hati, yang sepertinya bisa didengar oleh Ayah, karena beliau segera memicingkan mata kepada putra sulungnya itu.


“Lampunya mau dinyalain atau dimatiin?” tanya Sunwoo pada Haknyeon yang sudah duduk di pinggiran ranjangnya.

“Dimatiin aja. Gue nggak bisa tidur kalo ada cahaya.” Sunwoo tersenyum dan mematikan lampu. Ia teringat terakhir kali ia tidur di kamar ini bersama dengan pacarnya (walaupun yang sekarang belum resmi jadi pacar sih, tapi Sunwoo yakin Haknyeon akan menerimanya jika ia memintanya), ia tidak bisa tidur karena lampu yang terang benderang.

‘Kali ini nggak bisa tidurnya karena apa, ya?’ pikir Sunwoo mesum.

Saat Sunwoo menaiki ranjang, Haknyeon sudah berbaring memunggunginya. Cukup lama berbaring dalam diam, sampai Sunwoo kira Haknyeon sudah terlelap. Nyatanya ….

“Tau nggak?”

“Anjir! Kaget gue! Gue kira lo udah tidur,” seru Sunwoo saat Haknyeon membuka suara dengan pelan.

“Tau nggak?” tanya Haknyeon lagi. Nadanya cukup serius.

“Nggak tau, soalnya gue engineer elektrikal, bukan dukun,” canda Sunwoo.

“Gue sebenernya insecure diajak ketemu keluarga lo.”

“Hah?! Kenapa?”

“Gue ngerasa nggak ada apa-apanya dibanding Eric. Eric tuh cakep banget, Sun! Mana fashionable juga orangnya. Kuliahnya dulu di jurusan teknik, pasti pinter. Gue … gue takut dipandang sebelah mata sama keluarga lo ….”

“Haknyeon … kebiasaan deh, jangan ngebandingin diri lo sama orang lain, itu nyakitin diri lo sendiri. Dan ini Eric loh yang kita omongin. Eric udah nggak ada, Hak … lo yang ada di sini. Gue juga di sini dan gue bangga sama lo. Perlu berapa kali gue bilang kalo lo berarti buat gue dan gue suka sama lo?

“Soal keluarga gue, lo liat sendiri ‘kan tadi penerimaan mereka gimana? Jelas-jelas mereka suka sama lo, jelas-jelas gue yang lagi-lagi dianggap sebagai tamu di rumah ini sampe-sampe gue disuruh tidur di sofa bed,” goda Sunwoo. Haknyeon mengangguk kecil.

“Iya. Gue lega mereka mau nerima gue. Terlepas dari hubungan kita yang masih nggak jelas apa namanya ini.” Haknyeon menambahkan kalimat terakhir dalam hati.

“Hmm? Kenapa lagi? Masih belom tenang?” tanya Sunwoo sambil memeluk Haknyeon dari belakang. Refleks, Haknyeon menyesuaikan posisi berbaringnya sampai punggungnya bersandar dengan nyaman di dada Sunwoo.

“Soal besok ….”

“Oooh … khawatir ketemu sama keluarganya Eric?” Haknyeon mengangguk dan Sunwoo mengecup tengkuk pria di depannya itu sebelum menjawab, “Itu lo harus siap-siap lebih dimanjain sama mereka daripada hari ini sih.”

“Hah?! Seriusan?” seru Haknyeon terkejut sambil menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat Sunwoo, yang sebenarnya tidak akan terlalu terlihat karena mereka tidur di kamar yang benar-benar gelap gulita.

Sunwoo mengambil kesempatan itu untuk mencium bibir Haknyeon. Tampaknya ia tidak memiliki masalah penglihatan walaupun berada di kamar yang gelap gulita.

“Main cium aja lo dari tadi,” tegur Haknyeon malu-malu.

Well, gimana gue bisa tahan coba kalo ada makhluk manis gini di depan gue? Di pelukan gue, pula!” dalih Sunwoo kocak.

“Dasar buaya!” Sunwoo menjilat pelan daun telinga Haknyeon. “Sunwoo, ih!”

“Ssst … jangan keras-keras, nanti gue diusir dari sini terus lo tidur sendirian. Mau?”

“Ya … nggak mau juga sih.” Sunwoo tersenyum dalam gelap dan kembali menciumi tengkuk Haknyeon, tepat di bawah batas potongan rambutnya.

“Sun, ih! Seriusan ini! Beneran keluarganya Eric bakal manjain gue lebih dari keluarga lo?” tanya Haknyeon sambil menjauhkan kepalanya dari Sunwoo yang mendesah kecewa karena kesenangannya terganggu.

“Iya. Tadi aja Mama-nya Eric udah ribet nanya lo sukanya makan apa, ada yang bikin lo alergi atau nggak, sukanya dessert apa, mending lunch di ruang makan atau di taman. Ya … yang kayak gitu-gitu deh. Kita bahkan diajak nginep di sana besok.”

“Hah?!”

“Gue udah bilang nggak bisa, soalnya nggak bawa baju lebih buat ngantor. Nggak apa-apa? Atau lo mau nginep? Kalo mau nginep, besok pagi sebelum ke rumah Sohn, kita balik ke apart dulu ambil baju lo. Kalo gue sih ada beberapa baju yang bisa dipake di sini.”

“Enggak … gue nggak mau nginep. Malu ah.”

“Ya udah, kalo gitu besok lo nginep di apart gue aja.”

“Lo lagi sange, ya?” tuduh Haknyeon yang dijawab dengan tawa pelan Sunwoo.

“Enggak kok … cuma lagi gemes banget sama lo, bawaannya pengen nguyel-nguyel terus.” Haknyeon mendengus dan berbalik memunggungi Sunwoo lagi untuk mencoba tidur.

Namun sepertinya Sunwoo memiliki agenda lain.


Secara perlahan, Sunwoo menempelkan bibir tebalnya di balik telinga Haknyeon. Menjilatinya hanya dengan ujung lidah, kemudian menciumnya, berhati-hati untuk tidak membuat tanda apapun.

“Mmh … Sun …,” gumam Haknyeon pelan.

“Hmm?”

“Udah malem, kalo nggak tidur sekarang, besok nggak bisa bangun pagi,” tegurnya.

“Lo tidur aja, gue belom ngantuk kok,” balas Sunwoo yang kini menciumi pundak Haknyeon, sementara tangan kanannya sudah berada di balik baju tidur Haknyeon.

“Ya gimana gue bisa tidur kalo lo gini?! Hnghh—!” rintih Haknyeon saat Sunwoo mengulum cuping telinganya dan tangan kanannya mengelus tulang rusuknya yang paling bawah.

“Ssst … Hak, lower your voice.”

That’s all your fault!” desis Haknyeon kesal.

But you like it?”

“Uh … kinda?”

Si pria aries terkekeh senang dan kembali pada kegiatannya pada menciumi bagian belakang leher, telinga dan pundak Haknyeon, sementara tangannya naik semakin ke atas dan menemukan puting Haknyeon. Perlahan, ia sentuh bagian tubuh yang sudah berdiri tegak itu dengan ujung jarinya. Haknyeon menggeliat dan Sunwoo harus menahan desisannya, karena bongkahan bagian belakang tubuh Haknyeon menggesek penisnya yang sudah mulai menegang.

“Hak … jangan banyak gerak.” Sunwoo memberi peringatan dengan suara tertahan.

“Ya suruh siapa lo yang banyak gerak,” geram Haknyeon dengan napas terengah.

“Cuma tangan dan bibir gue ya yang gerak.”

“Itu udah lebih dari cukup ya, kampret!”

“Udah turn on?”

“Siapa yang enggak kalo lo nggak bisa diem gitu?!” protes Haknyeon ketus sambil bergerak-gerak gelisah. “Kenapa? Lo mau ninggalin gue lagi kayak waktu itu?”

“Enggak, sayang ….” Haknyeon mematung saat mendengar Sunwoo mengucapkan kata ‘sayang’. Walaupun Sunwoo sering menggunakan kata itu, tapi tidak pernah ia ucapkan langsung, selalu melalui pesan teks.

‘Palingan karena lagi sange doang,’ pikir Haknyeon sedih.

Namun pikirannya itu terputus saat ia rasa tangan kanan Sunwoo sudah berada di perut bagian bawahnya, tepat di perbatasan antara kulit dan karet celana tidurnya. Menahan napas, Haknyeon tidak berani bergerak. Pun halnya dengan Sunwoo yang hanya memainkan jemarinya di karet celana itu, walaupun ia tetap melancarkan serangkaian ciuman dan jilatan di bagian belakang tubuh atas Haknyeon. Jemari tangan kirinya pun tak henti menggoda kedua puting Haknyeon.

Haknyeon kembali bergerak gelisah, berusaha menggiring tangan Sunwoo menuju bagian tubuhnya yang sangat ingin disentuh oleh tangan itu. Lagi-lagi, Sunwoo memiliki agenda lain, karena jemarinya tetap berada di karet celana, tidak bergerak lebih jauh ke bawah. Merasa frustrasi, Haknyeon akhirnya menangkap pergelangan tangan Sunwoo yang nakal itu dan meletakannya di bagian dirinya yang sangat menginginkan sentuhan.

“Hak!” desis Sunwoo terkejut.

“Katanya mantan buaya, tapi nemuin ini aja nggak becus!” gerutu Haknyeon dengan napas memburu karena Sunwoo sudah mulai mengelus dirinya lembut.

“Lo emang unik,” kekeh Sunwoo pelan. “Kalo pengen berhenti, bilang ya,” lanjut Sunwoo lembut.

“Kenapa gue pengen berhenti?”

“Ini yang pertama buat lo, ‘kan? Main sama orang lain gini?” Sunwoo merasakan tubuh Haknyeon menjadi kaku. “Not in a bad way, Hak. Gue nggak pengen bikin lo nggak nyaman di pengalaman pertama lo,” tambahnya, masih dengan mengelus dan sebentar-sebentar memijat bagian intim Haknyeon yang kini benar-benar sudah menegang.

Well, since lo pro di bidang ini, gue yakin lo nggak bakal bikin gue nggak nyaman,” kata Haknyeon asal untuk menutupi rasa malunya. Di belakangnya, ia bisa merasakan Sunwoo terkekeh geli.

“Pokoknya kalo lo pengen berhenti, bilang aja, gue pasti bakal berhenti.” Setelah terdiam sebentar, Sunwoo melanjutkan,

“Boleh?” tanyanya sambil memasukkan ujung jemarinya ke balik karet celana Haknyeon.

“Boleh,” jawab Haknyeon gugup. Ia semakin gugup saat Sunwoo tidak bergerak.

“Sun?”

Password-nya ‘stop’, ya Hak. Cukup bilang satu kali dan gue bakal berhenti.” Saat Haknyeon mengangguk sebagai jawaban, Sunwoo memasukkan tangannya dan mendorong celana tidur serta celana dalam Haknyeon ke bawah. Dan ia menemukan pusaka itu.

“Astaga sayang … kamu udah basah banget gini,” bisik Sunwoo saat menemukan bahwa kepala kejantanan Haknyeon sudah licin oleh cairan precum-nya.

“Mmmh ….” Haknyeon melenguh karena Sunwoo mulai mengurut kejantanannya, memanjakannya dengan tekanan dan kecepatan yang tepat.

“Enak?” tanya Sunwoo dengan napas memburu karena berusaha menahan libidonya sendiri.

“Hm-mmh ….” Tidak bisa menjawab dengan kata-kata, Haknyeon hanya mengangguk dan bergumam.

“Mau segini aja?”

“Lebihhh nghh cepett … dikith ….” Haknyeon menjawab dengan tersengal. Sunwoo pun segera menuruti keinginan pria manis di dekapannya itu.

‘Anjir, gue juga udah pengen banget ini!’ rutuk Sunwoo dalam hati, sementara ia mendengarkan desahan, erangan, dan lenguhan Haknyeon.

Untuk melupakan keinginannya sendiri, Sunwoo pun membenamkan wajahnya di lekukan leher Haknyeon kemudian menjilati dan menciuminya. Masih bertahan pada sedikit akal sehat yang tersisa, berusaha sebisa mungkin tidak meninggalkan jejak apapun di sana.


“Sun!”

Tiba-tiba, Haknyeon memanggil namanya sedikit agak keras dan secara refleks Sunwoo menarik tangannya, menyangka bahwa Haknyeon ingin berhenti. Ia terkejut ketika Haknyeon menahan tangannya tetap berada di tempat ia sibuk sebelumnya.

“Kenapa, Hak?”

“Hhh … lo ….”

“Gue kenapa?”

“Lo … hh … masih pake … celana ….”

Wellas far as I know, yes,” jawab Sunwoo bingung dengan arah pembicaraan Haknyeon.

“Kenapa … mmh … nggak dilepas?”

“Hah?!”

“Kita … nggak akan ….” Haknyeon terdiam dan mengelus tangan Sunwoo yang secara perlahan kembali bergerak untuk memijat dan mengocok kejantanannya.

“Nggak akan … apa?”

“Hngh … it u….”

“Apa?”

“Mmmh … masuk ….”

“Masuk? Hah?! Penetrasi maksud lo?!” Haknyeon mengangguk dengan wajah memerah, seandainya saja Sunwoo bisa melihatnya. “Enggak, sayang … nggak sekarang. Sekarang buat lo aja dulu.”

“Khenapa?”

“Hak, tingkat libido gue lebih tinggi dari kebanyakan orang, gue nggak akan cukup sama satu kali orgasme aja. Dan besok masih ada keluarga lain yang harus kita kunjungi, gue nggak mau lo sampe nggak bisa jalan besok. Lagipula ….”

“A … aah— aapa?”

“Di sini gue nggak nyimpen kondom sama lubricant. Well, di apart juga enggak sih sebenernya. So, say no to penetration this night.”

“Kalo gitu…gue juga….” Haknyeon berbalik menghadap Sunwoo dan mengulurkan tangan ke arah kejantanannya.

“Hak! Jangan!”

“Gue juga pengen bikin lo seneng.”

“Jangan sekarang. Please, kalo lo nyentuh gue sekarang, gue nggak akan bisa nahan diri, gue nggak akan bisa berhenti. Tolong Hak, gue nggak mau nyakitin lo,” pinta Sunwoo memelas.

“Kalo cium aja boleh?” tanya Haknyeon pelan akhirnya.

“Boleh banget.”


Mereka terus berciuman sementara tangan Sunwoo masih mencumbu dan memberi kenikmatan kepada Haknyeon di bawah sana. Pada satu waktu di sesi make out mereka kali itu, Haknyeon sudah berada dalam posisi telentang dan kaus yang ia kenakan sudah dibuang oleh Sunwoo entah di bagian mana kamarnya, membuat pria itu lebih mudah dalam menggoda bagian depan tubuh Haknyeon dengan jemari ataupun lidahnya.

“Sunh … mmh …. Gue … nghh ….”

“Hampir sampe?” Haknyeon mengangguk cepat sambil meringis.

Sunwoo pun mempercepat gerakan tangannya sambil terus mencium Haknyeon, menelan semua erangan dan lenguhan yang dikeluarkan. Diperlukan tujuh kocokan tambahan sampai Haknyeon mengeluarkan ejakulasinya di tangan Sunwoo.

“Hmmhhh!” erang Haknyeon di mulut Sunwoo yang terus melumatnya. Sunwoo dengan setia terus memberi pijatan-pijatan kecil pada genital Haknyeon yang masih terus mengeluarkan benihnya.

Beberapa saat kemudian, kejantanannya mulai melemas dan napas pemiliknya mulai sedikit beraturan. Melepaskan bibirnya dari bibir Haknyeon, Sunwoo memindahkannya ke dahi pria itu dan mengecupnya.

Haknyeon membuka matanya yang terasa berat dan menatap Sunwoo. Dari jarak sedekat itu, ternyata mereka dapat melihat satu sama lain dengan cukup jelas.

Welcome back,” sapa Sunwoo sambil tersenyum dan melepaskan tangannya dari penis Haknyeon.

“Makasih, Sun …,” ucap Haknyeon malu-malu. Lagi, Sunwoo mengecup dahi Haknyeon.

“Sama-sama.”

“Lo ….”

“Nggak apa-apa, gue abis ini mandi air dingin.”

“Terus main sendiri?” Sunwoo tertawa.

“Enggak lah.”

“Badan gue lengket,” keluh Haknyeon.

“Iya, gue ambilin waslap sama air dulu, ya. Celana dalem lo juga basah. Lo bawa lebih?”

“Hm-mm.”

“Ya udah. Lo diem di situ, jangan banyak gerak, nanti malah makin bleber ke mana-mana. Gue tinggal dulu bentar. Jangan nakal!” goda Sunwoo.

“Kata rajanya orang nakal,” gerutu Haknyeon penuh sayang yang membuat Sunwoo tertawa.


aratnish’21