Baking Date
Bagian 19 dari “Eternity”
“Ciyeee … yang mau nge-date … ganteng amaaat,” goda Changmin saat Sunwoo memasuki ruang makan di hari Sabtu pagi itu. Walaupun Changmin bilang 'ganteng amat', tapi outfit Sunwoo hari itu tetaplah … serba hitam.
“Apaan, sih? Kayak nggak pernah liat gue nge-date aja,” protes Sunwoo untuk menutupi rasa jengahnya.
“Iyaaa … gue emang udah liat lo berkali-kali nge-date sejak pacaran sama Haknyeon … berapa? Dua bulan lalu, ya? Wow! Time flies!” Sunwoo tersipu sambil mengambil setangkup roti bakar yang dibuat oleh Chanhee.
“Jadi? Kapan Haknyeon mau dibawa ke rumah? Kenalin gitu ke gue sama Chanhee. Masa kita kenalnya cuma dari cerita lo aja.”
“Iya. Nanti dikenalin.” Sunwoo mengalihkan fokusnya pada roti yang dikunyahnya.
“I'm sorry for being a party pooper, tapi … Sun, Haknyeon itu beneran reinkarnasi dari masa lalu lo?” tanya Chanhee sambil duduk di sebelah Changmin.
Iya, Chanhee—dan Changmin juga—penasaran karena Moonie tidak memberikan informasi apa-apa kepada mereka.
“Nggak tau. Dan gue nggak peduli juga, sih. Yang penting gue nyaman dan sayang sama Haknyeon. Masa lalu gue biarin aja jadi masa lalu.”
Chanhee dan Changmin saling berpandangan dengan geli. Memang susah kalau berhadapan dengan orang yang sedang dimabuk cinta.
“Ini pengalaman pertama lo pacaran, ya?” tebak Chanhee.
“EMANGNYA KENAPA?!” seru Sunwoo panik dengan wajah memerah, kontan membuat kedua atua lainnya tertawa geli.
“Nggak apa-apa, Sun. Cuma gemes aja. Lo ngegemesin,” kekeh Changmin.
“Haknyeon lebih ngegemesin,” sahut Sunwoo pelan sambil menunduk.
“Iya. Iya. Haknyeon yang paling ngegemesin. Makanya bawa ke sini, dong! Kenalin ke kita!” titah Chanhee.
“Iya. Nanti.”
“Jadi, hari ini mau nge-date ke mana? Jangan bilang survey café lagi.”
“Dih, Changmin kepo!” goda Chanhee.
“Emang lo enggak?”
“Iya sih.” Chanhee tertawa sambil menjawab. “Jadi … ke mana, Sun?”
“Ke apartemen Haknyeon.” Chanhee dan Changmin membelalak. Kaget dengan jawaban Sunwoo. “Kenapa?”
“Mm … tumben?” tanya Chanhee hati-hati.
“Tadinya mau nonton terus kulineran, tapi Haknyeon mau nyoba resep cake, jadi ya nge-date-nya di apartemen dia aja.”
“Jadi nge-date-nya masak-masakan, gitu?”
“Masak beneran, Kak Changmin. Haknyeon bisa marah kalo dia tau lo bilang masak-masakan.” Sunwoo terkekeh geli.
“Sun, inget, abis masak jangan macem-macem, ya!” Chanhee memperingatkan dengan serius.
“Macem-macem gimana?” tanya Sunwoo bingung.
“Ya macem-macem. Kalian nanti berdua aja di apartemen Haknyeon?” Sunwoo mengangguk. “Hati-hati, biasanya kalo cuma berdua, yang ketiganya itu setan.”
Sunwoo melempar serbet ke arah Changmin.
“Jangan nakutin dong, Kak! Mentang-mentang lo hobinya nonton horror! Udah ah, mending gue pergi. Mau belanja bareng dulu. Nanti gue bawain cake yang dibikin Haknyeon. Bye!”
Tanpa menunggu jawaban dari Chanhee dan Changmin, Sunwoo pun keluar dari ruang makan dan dari rumah mereka.
Changmin menatap Chanhee dengan bingung.
“Dia … kayaknya nggak nangkep ya maksud gue apaan?” tanya Changmin dengan linglung. Chanhee tertawa dengan keras sampai ia terbungkuk di kursinya.
“Enggak. Dia nggak nangkep.”
“Dia … jangan bilang dia masih virgin.” Chanhee menghapus air mata geli yang mengalir.
“Well, who knows?”
“Kok cemberut gitu mukanya? Nggak suka ya mau nemenin aku masak? Ya udah yuk kita jalan aja, aku nyobain bikin cake-nya besok aja di toko,” ujar Haknyeon saat ia lihat wajah cemberut Sunwoo ketika mereka memasuki unit apartemennya.
“Enggak! Bukan ….”
“Terus kenapa?”
“Tadi pagi ditakut-takutin Kak Changmin, jadi kesel.” Haknyeon tertawa.
“Nggak usah takut, 'kan ada aku,” kata Haknyeon sambil mengecup pipi Sunwoo yang langsung tersenyum senang.
“Jadi, pertama-tama, kita ngapain?” tanyanya bersemangat.
“Pertama-tama, kamu lepas jaket dulu, terus cuci tangan. Aku ngeluarin belanjaan, cuci tangan, lalu ngeluarin peralatan, cuci tangan lagi, lalu ayo kita bikin cake-nya.”
“Siap, jendral!”
Saat Sunwoo memperhatikan Haknyeon, yang sedang berdiri di depannya sambil mencampur semua bahan yang ada di resep dalam blender, pertanyaan Chanhee tiba-tiba terngiang kembali di benaknya.
Gue terlalu nyaman sama Hakkie sampe lupa bahwa ada kemungkinan dia reinkarnasi dari Haeseong, pikirnya sambil melihat Haknyeon yang sedang menunduk serius di atas blender.
Sebenernya gue juga udah nggak peduli sih dia reinkarnasi dari Haeseong atau bukan, tapi … penasaran boleh, 'kan ya?
Sesungguhnya, ada satu tanda yang Sunwoo ingat dengan jelas dari Haeseong, tanda yang bisa membuktikan apakah Haknyeon ini Haeseong atau bukan.
Tapi kalo reinkarnasi gitu, tandanya ikut reinkarnasi nggak, ya? Memiringkan kepalanya beberapa derajat ke kanan, Sunwoo mengambil keputusan. Nggak ada salahnya dicoba dulu.
Sunwoo mengulurkan tangannya ke arah leher t-shirt putih yang dikenakan Haknyeon.
“Hmm? Kenapa, Nu?” tanya Haknyeon tanpa berpaling saat merasakan ujung jemari Sunwoo menyentuh tengkuknya.
“Nggak apa-apa. Kangen aja nyentuh kamu,” jawab Sunwoo sekenanya.
Haknyeon terkekeh. “Iya, manja … bentar lagi adonannya udah bisa di-resting, jadi kita bisa pacaran. Nanti kita cari film seru di Netflix, ya.”
Menjawab dengan senyuman yang jelas saja tidak akan bisa dilihat oleh Haknyeon yang membelakanginya, Sunwoo melanjutkan niatan sebelumnya. Dengan ujung telunjuk, Sunwoo menarik kerah t-shirt itu beberapa sentimeter ke bawah.
Sungguh, Sunwoo tidak memiliki ekspektasi apapun saat ia menarik turun bagian leher t-shirt itu. Karenanya, Sunwoo tidak menyangka bahwa ia akan melihat tanda yang ia ingat dengan jelas di sana, di tempat ia selalu melihatnya dulu.
“Hakkie …,” panggilnya dengan suara parau.
“Hmm?” gumam Haknyeon yang kini sedang membagi adonan ke dalam dua wadah berbeda.
“Sayang?”
“Ada apa, Sunu?”
“Kamu … punya tattoo?” tanyanya pelan sambil menatap objek di depannya dengan nanar.
Di bahu kiri Haknyeon dapat dengan jelas ia lihat sebuah bercak putih dengan bentuk menggumpal seperti awan dan matahari kuning yang menyembul di balik awan putih itu.
“Oh! Hehehe iya. Kamu nggak suka?”
“Enggak, aku cuma kaget. Udah lama?”
Haknyeon berhenti membagi adonan lalu menatap langit-langit sambil berpikir. Masih tetap membelakangi Sunwoo. “Hmm … waktu masuk kuliah kalo nggak salah. Sebenernya udah lama pengen bikin tattoo, tapi sekolah aku dulu itu ketat banget, kalo ketauan punya tattoo atau piercing, bisa dikeluarin. Oh! Itu tuh sebenernya yang di-tattoo cuma matahari kuningnya aja, Nu.”
Jantung Sunwoo berdebar semakin kencang di rongga dadanya saat mendengar pernyataan Haknyeon.
“Oh? Lalu awannya?”
“Itu tanda lahir. Cuma karena warnanya putih, aku jadi kesel karena jadi mirip panu gitu, 'kan.” Laki-laki itu terkekeh geli. “Jadi pas udah bisa bebas bikin tattoo, ya aku modifikasi aja biar nggak keliatan kalo itu tanda lahir … atau dikira panu.”
Itu dia! Itu jawaban yang dibutuhkan oleh Sunwoo.
Haeseong. Dia bener-bener Haeseong. Cuma Haeseong satu-satunya orang yang gue tau punya tanda lahir ini. Haknyeon adalah Haeseong. Haeseong gue!
Kewalahan dengan informasi yang baru diterimanya, Sunwoo merasa tubuhnya mengikuti keinginan si alam bawah sadar. Kepalanya mulai menunduk, mendekati tattoo di bahu Haknyeon yang kini kembali terpampang di depan matanya karena sang kekasih kembali menunduk ke arah adonan di atas meja dapur.
Satu jengkal.
Setengah jengkal.
Cup.
Sunwoo mengecup khusyuk tattoo yang terbentuk dari tanda lahir yang dikenalnya.
Haknyeon tersentak dan langsung berbalik menghadap Sunwoo, tidak peduli dengan sejumlah kecil adonan yang tumpah ke permukaan meja.
“Nu?”
©️aratnish'22