Bersama — 39. pagi itu ....
⚠️ content warnings
cuddling, kissing, mentioning of genital
May 31, 2024
Haknyeon membuka mata dengan disambut rasa pegal yang ia rasakan di sekujur tubuhnya, juga rasa perih di bagian bawah tubuhnya. Masih sedikit bingung karena nyawanya belum terkumpul penuh, Haknyeon berpikir apa yang sudah ia lakukan kemarin sampai tubuhnya terasa tidak nyaman pagi itu.
Sesuatu yang keras menyodok bagian belakang tubuhnya dan bayangan akan kegiatan malam sebelumnya langsung membanjiri ingatan Haknyeon.
Pria itu merasakan wajahnya memanas, apalagi saat ia lihat tangan lain melingkari perutnya dengan nyaman. Tangan dari pria di belakangnya yang sepertinya masih terlelap dengan bagian bawah tubuhnya menyodok Haknyeon.
Malu, Haknyeon menutupi wajahnya dengan kedua tangan, walaupun ia tahu Sunwoo tidak akan melihatnya.
“Morning ….” Suara serak bangun tidur Sunwoo tiba-tiba terdengar di telinga Haknyeon. Bukannya menjawab, Haknyeon malah semakin membenamkan dirinya di balik selimut, membuat Sunwoo terkekeh geli.
“Malu yaaa ….”
“Berisik!” Sunwoo semakin memeluk Haknyeon dengan gemas.
“Sunwoo!”
“Apa?”
“Itu lo ….”
“Apa gue?”
“Yang di bawah!”
“Apa? Kaki?” goda Sunwoo.
“JUNIOR LO!”
“Oooh … kenapa?”
“……… Nusuk-nusuk ….”
“Namanya juga morning wood, sayang …. Emang kamu enggak?” Sunwoo mengarahkan tangannya ke kejantanan Haknyeon yang juga terbangun seperti biasa di pagi hari.
“Stop!”
Sunwoo tertawa keras. “Iyaaa … enggak. Perih?” tanya Sunwoo lembut sambil membalikkan tubuh Haknyeon supaya berbaring menghadapnya.
“Iya …,” jawab Haknyeon pelan.
“Bisa jalan nggak nanti?”
“Nggak tau. Kaki gue rasanya masih kayak jelly.”
“Maaf ya ….”
“Kok minta maaf?”
“Gue nggak bisa nahan diri semalem.”
“Emang lo denger gue protes?”
“Iya.”
“Kapan?”
“‘Sunh! Lebihh ngghh cepeett!’ gitu lo protesnya.”
“KIM SUNWOO!!!” Haknyeon berseru sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sunwoo menarik tangan itu sambil tertawa sebelum memagut bibir merah Haknyeon.
“I can live like this forever,” desah Sunwoo bahagia sambil memeluk Haknyeon.
“Gue nggak bisa.”
“Kok???!”
“Ngeladenin lo kayak semalem tiap hari for the rest of my life? Nggak sanggup, Sun!”
“Ya nggak tiap hari dong, Hakkie,” gelak Sunwoo. “Gue juga nggak sanggup kalo tiap malem gitu sih,” imbuhnya geli.
“Perih banget, ya?” tanya Sunwoo pada Haknyeon yang memasang muka masam.
“Hu-um. Udah mana mata bengkak, pantat perih … sedih amat cuti gue.”
“Tapi ‘kan perih enak hehehe ….”
“Haha hehe haha hehe … enak banget itu mulut ngomongnya!”
Sambil tertawa geli, Sunwoo kembali memeluk Haknyeon, menyembunyikan wajahnya di lekukan leher pria itu. Menuruti nalurinya, Haknyeon balas memeluk Sunwoo dan mengelus rambutnya dengan lembut.
“Hak ….”
“Hmm?”
“Haknyeon ….”
“Apa?”
“Ju Haknyeon ….”
“Iya … apa, Sun?”
“Hakkie ….”
“Apaan, sih?! Dari tadi— Lho? Sun? Kenapa? Kok nangis?” tanya Haknyeon bingung saat merasakan lehernya basah. Ia menarik wajah Sunwoo menjauhi lehernya.
“I’m overwhelmed …,” bisik Sunwoo serak.
“Hah?”
“Gue nggak tau di kehidupan sebelumnya gue jadi apa atau ngapain, tapi gue bersyukur banget di kehidupan ini gue bisa lahir di keluarga yang suportif, punya temen-temen yang juga suportif …. Ketemu Eric yang bisa nuntun gue ke jalan yang bener, lalu … ketemu kamu … cowok citrus aku. Gue bahagia, Hak …. Banget! Makasih buat semuanya.”
“Gue yang harus berterima kasih karena lo udah milih gue, Sun … padahal gue sendiri masih belom yakin sama diri gue.”
“Bukan gue yang milih lo, Hak …. Lo yang milih gue. Lo memilih untuk tetep ada di deket gue saat gue ngejauhin lo. Lo memilih untuk mencari kejelasan sikap gue, padahal lo bisa aja langsung pergi ngejauhin gue. Lo memilih untuk tetep tinggal di sisi gue, bahkan waktu lo tau gue belom bisa move on dari Eric.”
Haknyeon terdiam.
“Ini takdir, bukan sih? Bukan masalah siapa yang memilih untuk apa?”
“Hm-mm … maybe you’re right. I love this fate.”
Mereka kembali terdiam, menikmati presensi masing-masing di pagi yang indah itu.
“Hakkie …?”
“Apa lagi?”
“Bersama selamanya, ya?” pinta Sunwoo pelan. Haknyeon tersenyum lebar.
“Iya, Sunu … selamanya sounds great.”
—arastnish’21