Haknyeon Menolak

Bagian 38 dari “Eternity”

cw // mentioning of death; sex; and contraception, implying kill and killing, cursing

“Oke. Jadi, biar gue perkenalkan dulu para entitas yang ikut-ikutan ini,” kata Moonie kesal saat mereka semua sudah duduk dengan—lumayan—nyaman di ruang tamu apartemen Haknyeon.

“Pertama, kenalin, gue Moonie. Gue anahera yang bertanggung jawab atas lahirnya atua Kim Sunwoo ini. Kedua, ini Angello. Dia anahera yang bertanggung jawab atas kehadiran Ju Haknyeon saat ini. Ketiga, ini Honey. Dia … well, dia Malaikat Asmara. Dia … kamu mau apa sih ikut ke sini, Hon?” tanya Moonie bingung. Younghoon tersenyum memukau.

“Aku pengen ngeliat benang merah mereka terikat!”

“Benang merah?” tanya Haknyeon dan Sunwoo bersamaan dengan bingung. Moonie menghela napas dengan lelah.

“Bakal panjang nih kayaknya,” keluhnya pelan.

“Sebelum obrolannya makin panjang, boleh gue nanya sesuatu dulu ke Bang Angello?” tanya Haknyeon takut-takut.

Angello tersenyum menenangkan sekaligus menyemangati. “Boleh. Haknyeon mau tanya apa?”

“Gue … gue beneran reinkarnasi dari Jang Haeseong, Bang?” Haknyeon bertanya dengan pelan sambil menunduk.

“Hakkie … kok nanyanya gitu?” Sunwoo mengelus pelan punggung sang kasih.

“Tapi, Nu … aku baru mikir akhir-akhir ini. Kalo emang bener aku ini reinkarnasi dari Haeseong, apa jangan-jangan perasaan aku ke kamu ini perasaannya Haeseong? Bukan murni perasaan aku?” ucap Haknyeon sedih. “Kalo emang bener gitu, berarti aku jahat sama kamu. Aku jahat sama kita berdua.”

“Hakkie ….”

“Haknyeon bukan reinkarnasi dari Haeseong, tapi inkarnasi.” Penjelasan Angello memotong perdebatan kedua insan itu.

“Maksud … nya?”

“Waktu meninggal, Haeseong secara spesifik dateng dan bilang ke aku bahwa dia pengen terlahir kembali jadi manusia, biar bisa ketemu sama sahabatnya, Sunwoo.”

“Tuh ‘kan, Nu … berarti ini perasaannya Haeseong, bukan aku …. Eksistensi aku gimana?” Haknyeon meratap sambil menghadap Sunwoo dengan netra berkaca-kaca.

“Hakkie ….” Sunwoo memeluk kekasihnya yang mulai menangis, sementara Moonie menyikut Angello dengan gemas.

“Nggak peka banget, sih?!” desisnya kesal.

“Kok dia malah nangis?” tanya Angello bingung.

“Uhm … Haknyeon?” panggil Younghoon lembut. Haknyeon terisak beberapa kali di dada Sunwoo sebelum akhirnya menoleh dan mengintip Younghoon dari lengan atas kekasih yang memeluknya.

Walaupun Haknyeon tidak menjawab, tapi Younghoon yakin bahwa ia sudah mendapatkan perhatian penuh dari lelaki itu, oleh karenanya Younghoon melanjutkan, “Walaupun kamu inkarnasi dari Haeseong, tapi kamu terikat dengan benang merah sama Sunwoo. Yang berarti, perasaan kamu sekarang ya bener perasaan kamu, bukan perasaan Haeseong atau yang lain. Eksistensi kamu valid.”

Haknyeon tetap terlihat sangsi. Younghoon tersenyum dan mengeluarkan Kitab ‘Perjodohan’nya.

“Kamu memang nggak boleh baca isinya, tapi Angello udah pernah baca dan di dalem sini, nama yang tertulis sebagai pasangan Kim Sunwoo adalah Ju Haknyeon, bukan Jang Haeseong.”

Haknyeon melirik ke arah Angello. Anahera itu segera mengangguk dengan semangat.

“Honey nggak bohong. Kitab itu isinya takdir percintaan umat manusia dan nama yang tercantum di sana adalah nama Ju Haknyeon, bukan nama Jang Haeseong.”

Mulai kembali terisak, Haknyeon melingkarkan lengannya di leher Sunwoo dan mencium kekasihnya dengan semangat tepat di mulut.

Moonie memutar bola matanya dengan bosan.

Angello mengintip malu-malu dari balik jemarinya yang menutupi wajah.

Dan Younghoon ….

“WHOAAAAAA!!!” Haknyeon dan Sunwoo berteriak saat Younghoon membentangkan sayapnya yang memiliki panjang dua meter di masing-masing sisinya.

“Eh. Aduh. Maaf. Maaf. Aku terlalu excited,” kata Younghoon malu-malu sambil berusaha mengontrol—menyembunyikan—sayapnya kembali, diselingi dengan pukulan di bahu baik dari Angello ataupun Moonie yang terkena bentangan sayapnya.

Moonie berdeham sambil menggeleng lelah sebelum berkata, “Jadi udah clear ya sekarang. Haknyeon memang inkarnasi dari Haeseong, tapi yang hadir, hidup, dan memiliki perasaan di sini, saat ini, adalah Haknyeon, bukan Haeseong.”

Haknyeon dan Sunwoo mengangguk bersamaan. Sunwoo menarik Haknyeon duduk semakin dekat padanya dan tetap mempertahankan rengkuhan tangannya pada pinggang lelaki itu. Posesif. Merasa semesta berpihak pada mereka.

“Sekarang kita ke pokok pembicaraan.” Sepasang kekasih itu kembali mengangguk dengan mimik serius. “Tapi sebelomnya, Angello sama Honey tolong pergi dari sini.”

“Kok gitu?!” protes Angello dan Younghoon bersamaan.

Guys, please … aku lagi nggak punya energi untuk berdebat sama kalian,” ucap Moonie lelah sambil memijat pelipisnya. Angello terlihat sudah ingin memprotes, tapi Younghoon dengan lembut menarik anahera itu berdiri.

“Kita pulang aja yuk, Ange? Mulai dari sini udah jadi ranahnya Moonie. Toh kita udah dapet yang kita mau. Kamu udah ketemu langsung sama Haknyeon, aku udah ketemu langsung sama pasangan cute ini. Eh tapi aku boleh peluk kalian berdua dulu nggak sih sebelom pulang ke Araf?” tanya Younghoon dengan mata berbinar penuh harap.

“Uhm … boleh … kayaknya?” Haknyeon menatap Sunwoo untuk meminta izin.

“Iya. Boleh,” jawab Sunwoo sambil tersenyum.

Dan satu detik kemudian, sepasang kekasih itu sudah terbenam dalam pelukan Younghoon (dan sayapnya).

Good luck. I'm rooting for you two,” bisik Younghoon.


“Akhirnya tenang juga,” ucap Moonie dengan nada lelah. Haknyeon dan Sunwoo menatapnya dengan prihatin.

“Oke. Maaf untuk gangguan tadi itu, sekarang kita langsung ke topik pembicaraan. Tapi … gue perlu ngasih peringatan dulu, this won’t be an easy or fluffy conversation.” Sunwoo mengangguk sambil mengeratkan genggaman tangannya pada Haknyeon.

“Gue bakal to the point, karena sugar coating nggak akan ngebuat pembicaraan kita jadi lebih mudah.” Moonie terdiam sejenak sebelum menghela napas panjang dan mengeluarkan sebuah bungkusan dari dalam mantel panjangnya.

“Apa itu?” tanya Sunwoo penasaran, namun tak ayal ia merasakan bulu kuduknya meremang.

“Buka aja.”

Sunwoo mengulurkan tangannya dan meraih bungkusan yang diletakkan oleh Moonie di meja di antara mereka. Sedikit rasa menggelitik menyergap indra peraba lelaki itu, tapi ia mencoba untuk mengabaikannya. Dengan penuh rasa penasaran, Sunwoo menyingkapkan kain yang menutupi benda itu dan menemukan ….

Holy fuck! Why the fucking hell are you bring this shit here, Moonie?!” maki Sunwoo sambil melemparkan bungkusan itu kembali ke meja, membuat benda yang ada di dalam bungkusan kain terlempar keluar.

Belati. Sebuah belati yang tampak sangat kuno dengan gagang berbentuk akar yang saling melilit dan bulan sabit di ujungnya. Haknyeon meraih belati itu.

“Jangan dipegang, Hakkie! Simpen di meja! Buang! Apapun!” perintah Sunwoo sambil berlari menjauh dari kursinya.

Mengabaikan Sunwoo yang masih berteriak-teriak panik, Haknyeon mengalihkan pandangannya kepada Moonie.

“Ini … apa, Bang?”

“Itu hoari, belati para rapunga. Rapunga itu—”

“Manusia yang ngeburu atua untuk ngebunuh mereka. Sunu udah sempet cerita, Bang,” potong Haknyeon. Moonie mengangkat sebelah alisnya dengan tertarik.

“Ya. Oke. That’s rapunga.”

“Terus apa hubungannya barang jahanam itu sama cara buat gue balik lagi jadi manusia, Bang?!” protes Sunwoo dari kejauhan.

“Sunu sini ih, jangan jauh-jauh!” panggil Haknyeon.

“Nggak mau! Buang dulu itu hoarinya!”

“Lo harus ngebiasain diri, Sun. Hoari ini cara lo untuk balik lagi jadi manusia.”


“Lagian lo kenapa sampe bisa punya hoari, sih?! Bukannya setiap ngalahin rapunga, atua wajib untuk ngancurin hoarinya?” tuntut Sunwoo saat ia sudah kembali duduk. Hoari sudah disingkirkan karena Moonie dan Haknyeon kasihan melihat Sunwoo yang tampak sangat tidak nyaman.

“Gue ambil itu dari rapunga yang berhasil dikalahin sama salah satu atua. Untuk tujuan riset kenapa hoari ini bisa sangat berbahaya buat atua.”

“Dan hasilnya?”

Moonie kembali menaikkan sebelah alisnya. “Confidential. Topik kita sekarang bukan itu, tapi gimana cara lo balik lagi jadi manusia.”

“Oke.”

Moonie menghela napas panjang. “Jadi … lo harus mati. Pake hoari. Di tangan Haknyeon.”

Hening sesaat. Kemudian ….

“HAH?!” seru Haknyeon dan Sunwoo bersamaan.

“Lo jangan bercanda, Bang! Nggak lucu banget, sumpah!”

“Gue nggak bercanda, Sunwoo! Itu cara biar lo balik lagi jadi manusia.”

“Tapi … kenapa harus gue?” tanya Haknyeon pelan dan takut-takut.

Because you love him. Caranya, lo harus nusuk Sunwoo tepat di tattoo-nya, tepat waktu kalian berdua lagi klimaks. Oh! Jangan pake kondom, harus dikeluarin di dalem.”

“Whoa! Whoa! Whoa! Slow down, Bang!” seru Sunwoo dengan wajah memerah saat Moonie menjabarkan proses yang harus ia—mereka—lalui.

“Kenapa? Lo malu ngomongin beginian?”

“Ya menurut lo?!” sergah Sunwoo mewakili Haknyeon yang sudah tidak mampu berkata-kata. Ia hanya mampu ternganga dengan wajah memerah.

“Kalian udah pernah having sex, ‘kan?”

“ABAAANG …!!!”

“Kenapa, sih?!” protes Moonie bingung.

“Ngomongin beginian sama lo tuh kayak lagi ngomong sama ortu, tau! Canggung bangeeet!” protes Sunwoo dengan wajah berwarna ungu karena menahan malu.

“Ah elah. Singkirin dulu rasa malu kalian. Atau … kalian nggak serius mau tau caranya?” Setelah berpandangan dengan wajah sama merahnya, akhirnya Haknyeon dan Sunwoo pun mengangguk kecil.

“Jadi, gue ulangin ya. Ini detilnya. Kalian berdua harus having sex tanpa kondom di malam bulan purnama. Posisi lo harus yang di atas ya, Hak. Terus, waktu kalian sampe klimaks—kalian klimaksnya harus barengan, by the way—Haknyeon harus nusuk tattoo Sunwoo pake hoari. Sampe klimaks kalian mereda, baru lo boleh nyabut hoari itu.”

Ruangan kembali hening.

“Udah ngerti belom? Kalo ada yang belom ngerti, cepet ditanyain sekarang.”

“Beneran harus gue, Bang?” tanya Haknyeon lirih.

“Lo mau Sunwoo having sex sama orang lain?”

“Ya nggak mau, Bang!”

“Ya udah kalo gitu.”

“Tapi—”

“Karena lo cinta sejati Sunwoo, Hak. Lo denger sendiri dari Honey tadi kalo kalian itu terikat sama benang merah takdir.”

Melihat bahwa Haknyeon merasa ragu, Sunwoo bertanya, “Nggak ada cara lain, Bang? Minum ramuan apa, gitu?”

Moonie menggeleng. “Nggak ada, Sunwoo. Untuk jadi atua, lo harus mati sebagai manusia. Untuk jadi manusia lagi, lo harus mati sebagai atua, dengan syarat, di tangan cinta sejati lo.”

“Tapi kalo gue gagal … gimana?” bisik Haknyeon. Moonie terdiam dengan mimik serius. Rasa pedih berkilat di bola matanya.

“Sunwoo bakal jadi kehua.”

Pasangan di depannya tersentak saat Moonie selesai menjawab.

“Enggak. Aku nggak mau. Aku nggak mau ambil bagian di proses ini. Cari orang lain aja, Nu! Kamu mau having sex sama orang lain juga terserah. Aku nggak mau ikutan!”

“Hakkie … sayang … aku nggak bisa sama orang lain, harus sama kamu … cinta sejati aku,” bujuk Sunwoo, walaupun ia tahu ketakutan seperti apa yang dirasakan Haknyeon. Ia pun takut, tapi ia percaya pada Haknyeon. Ia percaya pada takdir yang dibicarakan oleh Younghoon sebelumnya.

“AKU NGGAK MAU, SUNU!” bentak Haknyeon panik.

“Kalo aku gagal … gimana? Kamu bakal jadi kehua … bakal sendirian sampe kiamat.” Haknyeon kembali terisak.

“Pokoknya aku nggak mau!” tegas Haknyeon sambil berdiri dan berlari menuju kamar mereka.

Moonie dan Sunwoo bertatapan satu sama lain.

“Lo yakin?”

Sunwoo mengangguk tegas. “Gue belom pernah seyakin ini.”

Moonie menghela napas sebagai tanggapan.

“Gue pergi dulu. Kalian obrolin dulu maunya gimana. Siklus bulan purnama selanjutnya masih sekitar dua minggu lagi. Hoari gue tinggal di sini. Jaga baik-baik. Kalo prosesnya udah selesai, gue ambil lagi.”

Sunwoo mengangguk.

“Obrolin baik-baik sama Haknyeon, Sun. Ngertiin maunya dia, karena tanggung jawab yang ada di bahunya berat banget di proses ini.”

Perlahan Sunwoo kembali mengangguk. “Iya, Bang. Kalo Hakkie tetep nggak mau, gue nggak akan maksa. Gue bakal tetep jadi atua.”


©️aratnish'22