Kamar Mandi

Bagian 03 dari “Ghost Story”

“Kenapa? Kenapa? Kenapaaa? Kenapa kalian semua malah jadi cerita serem-sereeem?!” rengek Saka di pelukan Hanggara yang mengelus punggungnya pelan.

Tidak ada yang memedulikan Saka. Semuanya terlalu asyik mendengarkan cerita Kenan.

“Itu tuh beneran mata, Nan?” tanya Narendra penasaran.

“Iya! Bulu matanya juga lentik! Nggak habis pikir gue, setan kok bulu matanya bisa lentik gitu.” Kenan menggelengkan kepalanya.

“Kenapa malah kagum, siiih?!!” Saka menutup telinga dengan kedua tangannya.

“Eh tapi jujur, ya ... kamar mandi sama pipis tuh beneran suka membawa cerita serem,” celetuk Elang tiba-tiba.

“Lo juga pernah ngalamin kejadian gitu, Lang?” tanya Sandi setelah menyesap hot lemon teanya.

Elang mengangguk dengan semangat. “Waktu itu tuh kejadiannya waktu ortu gue masih jadi kontraktor.”

“Kontraktor? Bukannya ortu lo dua-duanya akuntan?” tanya Hanggara bingung.

“Maksudnya, rumahnya masih ngontrak sana-sini,” jelas Elang.

“Oooh.”


Elang tidak pernah suka dengan rumah yang ditinggalinya, namun saat ini hanya rumah itulah yang mampu disewa oleh keluarganya saat itu. Jangan salah, rumah itu cukup besar dan memiliki loteng untuk menjemur pakaian dan lahan bagi Elang untuk bermain layangan. Yang tidak Elang suka hanyalah aura dari rumah itu. Mungkin itu efek dari lahan pemakaman umum yang ada di belakang rumahnya.

Elang bukannya penakut, tapi sungguh terkadang atmosfer rumah itu terkadang membuat Elang tidak nyaman. Terutama, mulai dari ruang keluarga ke belakang, yang berarti meliputi kamar tidurnya, kamar mandi, dapur, dan juga tangga menuju ke loteng. Kalau hari mulai gelap, Elang paling malas untuk beranjak ke area itu kecuali kalau tidak amat sangat terpaksa.

* * *
Elang berjalan menuju kamar mandi siang itu dengan perasaan tidak nyaman. Ya, walaupun siang hari, Elang terkadang tetap merasa tidak nyaman di rumah itu. Elang memasuki kamar mandi dan melihat ember berisi rendaman pakaian. Saat itu mesin cuci mereka memang sedang rusak, jadi mbak ART harus mencuci pakaian mereka secara manual.

“Mbak! Elang pake dulu kamar mandinya bentar, ya!” teriak Elang sebagai peringatan supaya ARTnya tidak sekonyong-konyong memasuki kamar mandi.

“Iya, Mas!” balas sang ART dari arah dapur.

Elang melakukan aktivitasnya sambil memandangi ember penuh air dan pakaian di sebelahnya. Pikirannya penuh dengan tugas sekolah yang harus ia selesaikan akhir pekan itu, sampai ….

Sebuah bayangan hitam di ember mengganggu pikiran Elang. Sebuah bentuk setengah lingkaran muncul di seberang bayangan kepalanya di ember.

Bentar … kalo itu bayangan kepala gue, harusnya bayangannya ada di bagian sini, ‘kan? Bukan di bagian sana?

Elang merapikan celananya dan secara perlahan bergerak menghadap ember sepenuhnya.

Bayangan setengah lingkaran itu masih ada dan tidak bergerak sama sekali walaupun Elang mencoba untuk menggoyang ember itu sehingga air di dalamnya bergerak. Perlahan, dengan takut-takut, Elang mengangkat kepalanya, berusaha melihat benda apa di atas sana yang membentuk bayangan itu.

Kosong.

Ruang di antara tembok, yang memisahkan kamar mandi dan toilet, dan langit-langit di hadapannya, kosong. Tidak ada benda apapun yang bisa membentuk bayangan setengah lingkaran.

Elang kembali menatap ember rendaman cucian. Bayangan itu masih ada di tempatnya.

Elang menggosok matanya, berharap bahwa semuanya adalah tipuan yang mata lelahnya lakukan padanya.

Bayangan itu masih ada di sana.

Elang menyerah. Ia berlari keluar dari kamar mandi.[]


©️aratnish’22