Lagu

Bagian 08 dari “Ghost Story”

“Tukang bakso itu kenapa sih suka nakutin?!” gerutu Elang walaupun dengan nada geli.

“Terima kasih.” Saka berucap kepada pramuniaga yang membawa es cappuccino yang dipesannya. Pramuniaga itu mengangguk dan beranjak dari meja mereka.

“Yer, Yer, kostum waiter yang itu keren banget, ya?” kata Saka kepada Yeremia.

“Iya! Itu yang di Spirited Away, ‘kan? Siapa tuh?”

“Kaonashi!”

“Nah ituuu! Harusnya ada yang pake kostum Haku juga.”

“Haku sih nggak bikin serem!”

“Yang waktu jadi naga.”

“Ngabisin tempaaat!”

“Dasar wibu,” gumam Hanggara geli saat mendengarkan perdebatan antara Saka dan Yeremia.

“Tapi, kadang mereka tuh kayak gitu karena sayang sama kita.” Sandi membuka suara.

“Sayang apanya?! Nakutin gitu!” protes Saka.

“Yang gue rasain sih gitu.”


“Lo nggak akan pulang, San?” tanya Narendra saat ia lihat Sandi masih asyik dengan laporan di meja kerjanya.

“Nanggung ah, dikit lagi. Biar besok nggak terlalu numpuk.”

“Tapi lo tinggal sendirian lho di sini. Nggak takut? Lo tau sendiri ‘kan katanya kalo malem agak nyeremin nih lantai?”

Sandi tampak berpikir sejenak. “Nggak apa-apa deh. Di bawah masih rame, ‘kan?”

“Masih, sih … tapi—”

“Nggak apa-apa, gue nggak akan lama, kok. Kalo ada apa-apa, bakal cepet juga kaburnya.” Sandi merujuk kepada posisi meja kerjanya yang ada di sebelah tangga.

Narendra menghela napas. “Ya udah, kalo gitu gue duluan, ya. Jangan nangis-nangis ke gue kalo lo takut nanti.”

“Iyaaa nggak akan,” jawab Sandi setelah tertawa geli, karena yang sering terjadi adalah sebaliknya.

* * *
Lima belas menit berlalu. Suara-suara di lantai bawah masih ramai, walaupun di lantai tempatnya bekerja sudah kosong.

Sandi bukan penakut, tapi tiba-tiba ia merasa bulu kuduknya meremang. Lantai mereka memang sudah terkenal dengan cerita-cerita seramnya, walaupun Sandi belum pernah mengalaminya sendiri.

Tidak ingin kalah dengan rasa tidak nyamannya (Sandi tidak ingin mengakui bahwa saat itu ia mulai merasa takut), Sandi berusaha memfokuskan perhatiannya pada laporan absensi bulanan di layar komputernya. Fokusnya hanya bertahan selama kurang dari lima menit, karena tiba-tiba dari arah ruangan Departemen Pajak yang telah kosong dan pintunya terkunci, terdengar suara seorang wanita sedang bernyanyi.

Sandi berhenti mengetik pada keyboardnya. Indra pendengarnya kini bekerja dengan maksimal untuk mendengarkan suara yang tiba-tiba muncul.

Suara yang awalnya hanya terdengar sayup-sayup, lama kelamaan terdengar semakin mendekati tempatnya duduk.

Hingga pada satu waktu yang terasa sangat lama bagi Sandi, suara nyanyian wanita itu terdengar persis di sebelah telinganya.

Keringat dingin mulai membasahi dahi pria itu.

Dengan tegang, ia berusaha merapikan mejanya dengan cepat. Setiap detik, setiap menit yang Sandi habiskan untuk merapikan barang-barangnya, semakin jelas suara wanita itu di telinganya.

Segera setelah semua barangnya masuk ke dalam tas, Sandi praktis berlari menuruni tangga tanpa sekalipun menoleh ke belakang.[]


©️aratnish’22