Manis [SMA]
Younghoon, Hyunjae, Juyeon, dan Sunwoo itu sudah seperti yang memiliki sekolah. Ganteng, pinter, kaya, ke mana-mana dan apa-apa selalu bareng … sudah macam F4 gitu.
“Tapi gue nggak suka,” celetuk Haknyeon saat istirahat sekolah di kantin.
“Kenapa? Mereka ‘kan cakep-cakep! Apalagi Younghoon,” protes Changmin sambil melemparkan tatapan mata penuh binar ke arah meja F4.
“Yaaa … kayak yang eksklusif aja gitu, apa-apa maunya sama kelompoknya aja.” Haknyeon memajukan bibirnya.
“Masa sih? Well, kalo waktu istirahat mereka emang seringnya barengan, sih … tapi kalo diluar itu, mereka bisa kok berbaur sama yang lain.” Kevin ikut berkomentar.
“Lagian, lo ‘kan udah temenan dari kecil sama Sunwoo, Hak … kok bisa nggak suka sama mereka? Berarti lo juga nggak suka sama Sunwoo, dong?” tanya Eric heran.
“Kalo sama Sunu sih, gue udah kebal, udah kenal sifatnya soalnya. Yang lainnya tuh yang kadang bikin kesel.” Haknyeon menusukkan garpu ke siomay yang tak bersalah di depannya.
Kevin, Chanhee, Changmin, dan Eric saling berpandangan dengan bingung. Tidak biasanya Haknyeon sekesal itu kepada F4. Bisa dibilang, ini kali pertama mereka membicarakan kelompok cowok-cowok ganteng itu setelah hampir satu tahun sekelas di kelas dua belas IPS satu.
“Ada apaan sih, Hak? Kok tumbenan kesel banget sama mereka?” tanya Chanhee bingung
“Hyunjae ….” Haknyeon tidak melanjutkan kalimatnya.
“Ya Hyunjae kenapaaa???!!!” seru Eric gemas karena Haknyeon bicara setengah-setengah.
“Gue ‘kan duduk sebangku sama dia ….”
“Hm. Tau. ‘Kan emang lo giliran duduk sama dia bulan ini. Paling depan, ‘kan?”
“Iya. Trus pas pelajaran Tata Negara kemaren, dia tiba-tiba pindah duduk gitu aja sama Younghoon di belakang! Nggak bilang, nggak apa! Kalo dia bilang ‘kan gue bisa pindah duduk sama Kevin di belakang!
“Mana gue tuh nggak suka pelajaran Tata Negara, trus duduk di depan sendirian kayak orang bego! Sumpah ngeselin banget! Apa salahnya sih ngomong dulu?! Gue nggak akan ngelarang dia juga mau duduk sama siapa!” omel Haknyeon panjang lebar.
“Oooh … jadi kemaren itu karena lo ditinggalin Hyunjae? Gue kira karena lo emang niat duduk di depan sendirian,” komentar Kevin sambil berusaha menyembunyikan cengirannya.
“Kagak! Semuanya tuh gara-gara si Hyunjae kampret itu! Ngeselin!”
“Nih, daripada nanti gue dibilang kampret lagi.” Hyunjae, orang itu, menegakkan badan dan berjalan menuju bangku di mana ia akan duduk semeja dengan Juyeon.
Wajah Haknyeon kontan memerah mendengar komentar itu, sementara di sebelahnya, Haknyeon mendengar Kevin berusaha keras menahan tawa. Di belakang Hyunjae, Juyeon melihat Haknyeon dan Hyunjae bergantian dengan pandangan bingung.
“Apa-apaan itu tadi?” tanya Juyeon saat mereka sudah duduk dan guru mata pelajaran Sosiologi memasuki ruang kelas.
“Nggak ada apa-apa,” jawab Hyunjae tenang. Juyeon mengernyitkan dahi, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Tiba-tiba Hyunjae terkekeh geli.
“Kenapa lagi?”
“Gue dikatain kampret sama Haknyeon.”
“Kok bisa? Gara-gara apa? Padahal keliatannya dia anak yang santai, nggak suka ngedumel.”
“Gara-gara gue pindah duduk sama Younghoon tapi nggak ngasih tau dia, jadi dia nggak bisa pindah duduk sama Kevin. Dia kesel harus duduk sendirian paling depan pas pelajaran Tata Negara kemaren.” Hyunjae kembali terkekeh pelan. Juyeon mengernyit.
“Ya kalo itu sih salah lo. Kenapa nggak ngasih tau dia dulu?”
Hyunjae menatap Juyeon bingung. “Kok lo malah ngebelain dia?”
“Ya lo pikir aja, Je … udah mana duduk paling depan, sendirian, pelajarannya Tata Negara, pula! Gimana nggak jenuh? Nggak bete?”
Kernyitan di dahi Hyunjae semakin dalam, namun sebelum ia bertanya lebih jauh, guru Sosiologi mereka memulai proses belajar mengajarnya.
“Nah, sekarang kalian tuliskan nama kalian di pojok kiri atas kertas yang sudah dibagikan kepada kalian tadi. Ingat! Hanya menulis dengan tinta warna hitam! Nanti, sesuai dengan aba-aba dari saya, kalian berikan kertas kalian ke teman di sebelah kanan. Tugas kalian adalah menuliskan kesan atau pesan kalian kepada teman yang kertasnya kalian terima dari teman di sebelah kiri kalian. Tidak perlu menuliskan nama, kecuali kalau kalian tidak masalah identitas kalian diketahui pemilik kertas.” Pak Minhyuk menjelaskan sementara murid-muridnya menuliskan nama mereka di atas kertas.
Haknyeon menggigiti bibir bawahnya dengan cemas. Gimana bisa gue nulis kesan dan pesan sementara gue cuma kenal bener-benernya cuma sama Kevin, Chanhee, Changmin, dan Eric doang?!
Tapi tugas tetaplah tugas dan Haknyeon bukan seseorang yang menyerah karena tugas yang tidak familier baginya. Mengandalkan pengetahuan yang cukup minim tentang teman-teman sekelasnya yang lain, Haknyeon membuat kesan dan pesannya berdasarkan hasil observasinya selama ini.
Ramah, gambarnya bagus banget.
Awal kenal kayaknya galak, tapi ternyata baik dan kocak banget.
Moodmaker kelas.
Dan masih banyak kesan lainnya yang Haknyeon tuliskan, sampai kertas bertuliskan namanya sendiri kembali padanya.
“Sudah kembali semua kertasnya? Sekarang silakan dibaca kesan dan pesan dari teman-teman kalian, jadikan bahan refleksi untuk pengembangan diri kalian.”
Haknyeon membaca tulisan demi tulisan tentang dirinya. Beberapa membuatnya tertawa kecil, beberapa membuatnya mengernyit heran, satu membuatnya terkejut.
Senyumnya manis. Banyakin senyum, ya.
Haknyeon segera mengangkat kepalanya dan melihat teman-teman sekelasnya yang masih membaca kertas mereka dengan mimik ceria. Remaja laki-laki itu menunduk untuk melihat tulisan yang ada di kertasnya.
Gue nggak kenal tulisan tangannya. Wait …, Haknyeon mencari tulisan tangan yang ia kenal. Oh! Ini dia tulisan Kevin.
Haknyeon menghitung jarak antara tulisan Kevin dan tulisan yang memintanya untuk memperbanyak senyumnya, kemudian menghitung jarak duduk Kevin dan sang penulis misterius.
… tujuh … delapan … sembilan …. Eh? Juyeon?
Tepat pada saat itu, Juyeon mengangkat wajah dari kertas miliknya dan langsung menatap Haknyeon.
Haknyeon berkedip dua kali … dan wajah Juyeon langsung bersemu merah.
©️aratnish’23