Mimpi

Bagian 23 dari “Eternity”

“Apa-apaan?! Kenapa Sunwoo harus dihukum?!” pekiknya saat mengetahui berita itu dari kakaknya.

“Tenang Seongie, dia memang harus dihukum. Dia udah mencuri perhiasan ibu dan juga beberapa perhiasan aku. Aku tau kalian berdua cukup akrab, tapi pernah nggak sih kamu mikir dia cuma manfaatin kamu aja?”

“Manfaatin apaan?! Sunwoo nggak akan kayak gitu! Sunwoo bukan orang kayak gitu! Sunwoo nggak akan mencuri!”

“Atas dasar apa kamu ngomong gitu?! Jadi kamu lebih percaya sama budak daripada sama keluarga kamu sendiri?! Kamu udah dicuci otak sama budak itu!” Suara wanita lain memasuki ruangan. Ia menggertakkan gigi saat mendengar suara wanita dewasa itu. Hanya karena ia terlahir dari rahimnya, bukan berarti ia membenarkan semua tindakan licik dari wanita itu.

“Aku percaya sama penglihatan dan penilaianku. Dan selama ini aku bergaul sama Sunwoo, dia bukan orang seperti itu!”

“Ayolah Seongie, jangan naif! Dia baik sama kamu pasti karena punya maksud tertentu! Oh! Lihat, sudah hampir tengah hari. Sebentar lagi eksekusi budak kurang ajar itu berlangsung. Ayo kita ke alun-alun untuk melihatnya!”

Wanita itu berjalan keluar rumah mendahuluinya dan kakak perempuannya.

“Ayo Seongie,” ajak sang kakak.

“Aku nggak mau, Kak. Itu akan terlihat seperti aku mengkhianati sahabatku sendiri!”

“Tapi kalau seluruh anggota keluarga Jang tidak hadir di alun-alun, itu akan menjadi sebuah pertanyaan besar, Seongie. Ayah pasti akan merasa sangat dikhianati oleh anak laki-laki satu-satunya. Ayolah Seongie. Kau bisa berdiri di posisi yang tidak akan terlihat oleh Sunwoo.”

Maka dengan berat hati, ia mengikuti sang kakak menuju alun-alun kota.

Di panggung itu ia melihat sahabatnya bersama dengan beberapa perusuh masyarakat lainnya. Ia masih tidak percaya bahwa Sunwoo berdiri di sana. Ia masih tetap berpendapat bahwa sahabatnya tidak mungkin melakukan hal serendah itu. Walaupun Sunwoo adalah seorang budak, tapi ia adalah budak paling bermartabat yang pernah dikenalnya. Sunwoo tidak pernah memanfaatkan kedekatan mereka berdua untuk mendapatkan yang lebih dari yang seharusnya. Sunwoo tidak pernah menuntut apapun, bahkan kalau ia memberikan sesuatu kepada lelaki itu—khusus untuknya—Sunwoo akan membaginya dengan budak-budak yang lain.

Maka dari itu … tidak mungkin. Tidak mungkin seorang Sunwoo mencuri perhiasan ibu dan kakak perempuannya!

Satu per satu perusuh itu menjalani hukuman gantung mereka, sampai tiba lah saatnya bagi Sunwoo untuk menghadapi hukumannya. Ia dapat melihat bahwa tatapan Sunwoo sangat kosong, seolah ia tidak peduli apa yang sebentar lagi menimpa dirinya, seolah jiwanya lebih dulu meninggalkan raganya sebelum para pembunuh berkedok algojo menjalankan tugasnya.

Namun, satu detik setelah pembacaan tuduhan dan hukumannya selesai, beberapa detik sebelum palang di bawah kakinya dilepas, tatapan mata Sunwoo bersibobok dengannya. Ia menyangka bahwa ia akan melihat sorot benci di mata hitam bulat itu, namun … Sunwoo tetaplah Sunwoo yang ia kenal, Sunwoo yang langsung tersenyum setiap melihatnya. Tidak terkecuali hari itu.

Sunwoo menjemput ajalnya dengan senyum untuknya terukir di wajah.


“SUNWOO!!!” Haknyeon tidak sadar bahwa ia berteriak dalam tidurnya sampai Eric memasuki kamarnya dengan penampilan berantakan khas bangun tidur.

“Kenapa, Kak? Ada apa?” tanyanya dengan suara mengantuk.

Terduduk, Haknyeon mengusap wajahnya yang bersimbah keringat.

“Gue … mimpi. Intens banget,” jawab Haknyeon dengan suara parau.

“Tentang Sunwoo?” Haknyeon mengangguk.

“Pastinya bukan mimpi ena-ena, karena lo keliatan panik banget.” Haknyeon kembali mengangguk.

Wanna share?” tawar Eric sambil duduk di pinggir ranjang Haknyeon.

“Gue mimpi Sunwoo dihukum gantung,” ucap Haknyeon pelan.

“Oh. Wow. That’s such a dream, ya?” Eric membelalakkan matanya.

“Dan bukan baru sekali ini gue mimpi gitu, Ric.”

“Hah?”

“Mimpinya beda-beda, tapi akhirnya selalu sama. Sunwoo dihukum gantung.”

“Di mimpinya lo jadi apa?”

“Kayaknya gue jadi sahabatnya Sunwoo. Tapi setting-nya nggak di masa sekarang, Ric. Nggak tau lah … kuno banget gitu.”

“Lo abis nonton film sejarah apa gitu, Kak?”

“Enggak, Ric.”

Wait … lo tadi bilang bukan baru sekali ini lo mimpi gitu. Sejak kapan, Kak?”

“Sejak … emm … sejak … sejak waktu itu,” jawab Haknyeon malu-malu.

“Waktu itu kapan?”

“Ituuu.”

“Itu apaaa?”

“Ituuu iiih! Masa lo nggak tau, sih?! Waktu gue libuuur! Waktu gue mau bikin mille crepeees!”

“Kap— Oooh … bilang aja sih waktu lo bobok-bobok enak sama Sunwoo. Susah amat,” kekeh Eric geli saat melihat wajah Haknyeon memerah sempurna.

“Oke. Serius. Jadi, sejak saat itu lo mimpi tentang Sunwoo gitu? Berarti … hampir sebulan yang lalu?” tanya Eric setelah puas tertawa.

“Hm-mm.”

“Lo cerita ke Sunwoo?”

“Enggak. Gue nggak mau bikin dia kepikiran.”

“Hmm … mungkin itu kalian di kehidupan sebelumnya.”

“Kebanyakan baca manhwa lo.”

“Ya bukannya nggak mungkin juga, ‘kan?”

“Udah ah. Malah tambah nggak beres cerita sama lo mah. Sana tidur lagi, gih!” usir Haknyeon.

“Udah dibangunin jam dua malem, sekarang diusir, lagi.” Eric menggerutu sambil berjalan ke luar kamar Haknyeon.

Haknyeon mencoba untuk kembali tidur, tapi pikirannya tetap terjaga.

Sebenernya, itu mimpi apa?


©️aratnish'22