Nasihat Kakak
Bagian 33 dari “Eternity”
“Gue boleh masuk?” tanya Chanhee dari balik pintu kamar Sunwoo sekitar setengah jam berselang. Gumaman yang terdengar dari dalam kamar membuat Chanhee membuka pintunya.
“Itu pecahan kacanya dibersihin dulu, nanti lo bisa luka-luka,” kata Chanhee saat melihat pecahan kaca berserakan di lantai kamar itu.
“Nanti juga sembuh sendiri lukanya.”
“Sunwoo … yuk ah jangan childish gini. Bangun dulu, bersihin dulu.” Chanhee menarik Sunwoo turun dari ranjang. Yang ditarik menggerutu, namun menuruti keinginan yang lebih tua.
“Coba sekarang cerita sama gue kenapa tadi lo bisa semarah itu sama Haknyeon.” Chanhee berkata dengan nada menenangkan saat mereka berdua duduk di meja pantry, dengan secangkir kopi di hadapan masing-masing, setelah membersihkan pecahan kaca di kamar Sunwoo. Sunwoo terdiam dan Chanhee tidak mendesaknya.
“Lo ngebersihin semua pecahan kacanya sendiri, Kak?”
Mengalihkan pembicaraan. Tipikal Sunwoo banget, pikir Chanhee.
“Cuma lantai ini sama lantai dua. Gue belom liat basement sama lantai tiga. Nggak sanggup gue malem-malem harus beres-beres semua lantai.”
“Besok gue bersihin semuanya.”
“Hm.”
“Terus tetangga-tetangga gimana, Kak? Gue denger tadi banyak yang dateng.”
“Gue modifikasi ingatan mereka, bilang bahwa kita memang lagi renovasi rumah, makanya semua kaca lagi dilepas, terus kita ada yang nggak sengaja malah mecahin kacanya. Tapi besok kita bener-bener harus manggil tukang kaca, Sun. Kita bukan Harry Potter, kita nggak bisa pake mantra Reparo. Bahkan kalo nggak salah Harry Potter juga nggak bisa pake mantra itu, ‘kan? Yang pake biasanya Hermione, 'kan?”
Sunwoo mendengus dengan geli. “Nggak tau, Kak. Gue nggak nonton atau baca Harry Potter. Besok gue yang bakal pesen kacanya. Tapi kayaknya nggak bisa langsung dateng kali ya? Soalnya kita ‘kan pesennya banyak dan ukurannya macem-macem.”
“Iya. Paling harus inden dulu.”
“Hm-mm.”
Mereka menyesap kopi masing-masing dalam diam.
“Jadi … ada apa?”
Sunwoo menghela napas. “You won’t let me off this topic, right?”
Chanhee mengangguk. “Hanya karena lo nyakitin Haknyeon, padahal gue tau lo madly in love with him.”
“Kak Changmin nganterin Hakkie pulang, ‘kan?”
“Iya. Nggak usah khawatir, gue nggak mungkin ngebiarin Haknyeon pulang dengan pikiran kalut dan marah sama lo kayak tadi.”
“I’ve messed up, right?” tanya Sunwoo sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Hm-mm. Mau cerita?”
“Gue nggak mau Hakkie jadi atua,” jawab Sunwoo pelan.
“Kenapa? Lo nggak mau bareng-bareng sama dia terus?”
“Bukan gitu! Tuhan tau gue pengen banget selamanya sama Hakkie, tapi ….”
“Tapi jadi atua itu berat?” sambung Chanhee. Sunwoo mengangguk sambil memejamkan matanya.
“Gue nggak mau Hakkie ngalamin semua culture shock itu, gue nggak mau Hakkie hidup sendirian untuk waktu yang lama—”
“Tapi 'kan lo bakal ada untuk dia, Sun,” potong Chanhee.
”—gue nggak mau Hakkie ngeliat kematian orang-orang yang dia sayang.”
Chanhee terdiam. Harus ia akui, itu adalah bagian yang paling berat dari menjadi atua. Chanhee ingat bagaimana terpuruknya ia saat melihat orang tua dan anggota keluarganya yang lain meninggal. Bagaimana sedihnya ia setiap melihat keturunan-keturunan dari keluarganya satu per satu meninggalkan dunia fana. Bagaimana ia yakin bahwa suatu hari mereka akan terlahir kembali ke dunia dengan wujud yang mungkin berbeda, tapi ia masih akan tetap di sini dengan usia dan wujud yang sama.
“Gue nggak mau Hakkie harus selalu waspada atau takut atas kehadiran rapunga. Gue nggak mau Hakkie membimbing jiwa-jiwa yang meninggal, yang nggak semuanya baik dan gampang diatur.”
Sunwoo terdiam dan menghela napas berat.
“Gue … gue mau Hakkie hidup dengan normal tanpa harus takut sama hal-hal yang diluar nalar manusia,” lanjutnya dengan suara yang sarat akan emosi.
“Dia mau jadi atua demi lo, karena dia pengen terus sama lo. Dia segitu sayangnya sama lo, Sun.”
“Gimana seandainya suatu hari nanti perasaan dia ke gue ilang dan dia udah keburu terjebak jadi atua? Apa dia nggak akan nyesel? Apa dia nggak akan benci sama gue? Gue … gue nggak mau dibenci sama Hakkie. Gue nggak takut ngadepin rapunga sekuat dan sebanyak apapun, tapi gue takut dibenci sama Hakkie.”
“Sunu marah banget sama gue ya, Kak?” tanya Haknyeon pelan saat ia berjalan di keheningan malam bersama Changmin menuju apartemennya.
“Hm-mm. Lagian, lo pake bercanda pengen jadi atua,” kekeh Changmin.
“Gue serius pengen jadi atua, pengen sama-sama dia terus. Gue sesayang itu sama dia. Tapi … kayaknya perasaan Sunu nggak sama. Kayaknya dia nganggap hubungan ini cuma sementara,” cerocos Haknyeon dengan sedih.
“Hm … gue nggak setuju, sih. Sunwoo itu sayang banget sama lo. Lo satu-satunya orang yang pernah punya hubungan sama dia. Sebelum-sebelumnya, dia nggak pernah berniat untuk deket sama siapapun, padahal Chanhee sama gue udah sering nyuruh dia untuk bersosialisasi selain sama atua.”
“Cuma karena gue reinkarnasi dari Haeseong.”
“Nggak juga, sih. Awalnya mungkin iya, tapi sejak lo sering minta kita jadi tester, nggak pernah tuh dia peduli lagi lo itu reinkarnasi dari Haeseong atau bukan. He's madly in love with you, Ju Haknyeon. Gue bisa jamin itu.”
“Terus kenapa dia nggak mau gue jadi atua?”
Changmin terdiam. “Jadi atua itu nggak gampang, Hak. Berat malah, kalo gue boleh jujur. Sunwoo pasti udah cerita ‘kan ya tugas atua apaan, sama apa atau siapa yang harus atua hindarin. Dan melakukan itu semua sementara kita harus hidup di tengah-tengah manusia, berusaha membaur, dan jangan sampe keceplosan … itu bikin capek banget, Hak.
“Kalo denger cerita soal abadinya, mantra—dan kata lo—trik yang ada, emang seru, tapi sampe ke tahap seru itu butuh waktu yang laaamaaa banget. Jujur, gue sampe sekarang kadang masih suka susah beradaptasi, apalagi kalo udah ketemu sama ‘generasi’ baru. Chanhee sekarang lagi tahap stabil, tapi sebelumnya juga ada masa dimana dia susah beradaptasi sama budaya atau teknologi baru. Kalo Sunwoo, sekarang kayaknya udah ada di masa bosen dan apatis.”
Changmin menarik napas berat sesaat.
“Dan Hak … ini berlangsung sampe nggak tau kapan. Gue, Chanhee, dan juga Sunwoo—dan atua lain di luar sana—harus ngalamin setiap culture shock ini nggak tau sampe kapan. Dan lo tau apa yang paling berat?”
“Apa?” tanya Haknyeon dengan suara pelan.
“Hari dimana lo harus ngeliat anggota keluarga lo dan semua keturunannya meninggal, sementara lo tau lo bakal terus ada di dunia ini sampe entah kapan, dan nggak tau ending-nya bakal gimana.”
Haknyeon terdiam. Ia membayangkan ia harus melihat ibu, atau kakak perempuannya, atau bahkan Eric meninggal karena usia yang sudah lanjut, namun ia tetap pada usianya sekarang sampai entah kapan. Haknyeon merinding, bukan karena udara sekitar yang dingin, tapi karena ia tiba-tiba merasa dingin di dalam dirinya.
“Bagian lo nyesel udah milih jadi atua juga sama nggak enaknya, sih,” lanjut Changmin sambil tetap menatap lurus ke depan.
“Lo pernah nyesel, Kak?” tanya Haknyeon terkejut.
“Oh. Jelas. Terakhir kali gue nyesel … hmm … sekitar dua dekade lalu kali, ya? Waktu mulai zaman milenial gitu kalo nggak salah. Gue ngerasa stres aja karena ngerasa susah ngikutin perkembangan zaman dan yah … jadi ngerasa nyesel.
“Poin gue di sini, Hak … gue aja yang milih jadi atua karena keinginan sendiri, karena keadaan gue sendiri, bisa ngerasa nyesel di satu titik. Apa lo yakin lo nggak akan nyesel nantinya? Mungkin ini pikiran negatif gue aja, tapi nggak menutup kemungkinan satu hari nanti lo bosen sama Sunwoo, atau sebaliknya, dan hubungan kalian nggak berjalan lancar. Apa lo nggak bakal nyesel udah mengorbankan semua kehidupan normal lo demi Sunwoo?”
“Shit,” desis Haknyeon kesal. Mulai menyadari tindakan bodoh yang dilakukannya sebelumnya dan alasan di balik sikap marah Sunwoo padanya.
“Gue agak bisa nebak kenapa Sunwoo marah ke lo tadi, tapi gue nggak mau ngasih tau lo, biar lo renungin sendiri, ya.”
“Gue ngerasa bego banget,” keluh Haknyeon pelan, membuat Changmin tertawa pelan.
“Enggak, lo emang baru tau lapisan luarnya aja, belom tau detil apa yang harus dihadapin, jadi wajar aja lo mikir yang seru-serunya. Nanti diobrolin aja ya kalo lo sama Sunwoo udah pada tenang. Sunwoo cepet tenangnya, kok.”
“Iya, Kak. Makasih banyak ya, Kak.”
“Anytime, kiddo,” jawab Changmin sambil mengacak pelan rambut Haknyeon.
©️aratnish'22