Rumah — 01. cekcok
cw // nsfw, cursing, harsh words, mentioning of genital, seduction, profanity, kissing
please remember that : • this au is a fiction • character's personality and developments are solely for au purposes only • what is in this au, stays in this au
Banyak orang yang mengatakan bahwa usia pernikahan paling rentan adalah di usia empat sampai tujuh tahun.
Mitos atau fakta?
Mungkin beberapa mengalaminya, mungkin beberapa tidak, namun Sunwoo dan Haknyeon mengalaminya di lima tahun usia pernikahan mereka, dengan kehadiran putri pertama mereka, Cho-Hee, dan juga perubahan jenjang karir Sunwoo.
Itu lah yang membuat Haknyeon berada di luar ruangan Sunwoo di kantor malam itu, mendengarkan desahan-desahan tidak senonoh dari dalam sana. Sungguh Haknyeon ingin pergi dari sana, tapi Hyunjae dan Kevin—yang sudah rela diganggu olehnya dan Cho-Hee seminggu ke belakang—meminta Haknyeon untuk segera menyelesaikan masalahnya dengan Sunwoo.
Maka Haknyeon bertahan di sana, menunggu waktu yang tepat untuk masuk dan mengonfrontasi Sunwoo dan pembuat onar yang mendesah di dalam sana malam itu.
Semuanya bermula saat perusahaan Ayah Sunwoo—dan Ayah mertua Haknyeon—memperkerjakan seorang engineer Elektrikal bernama Kang Jaehyo dibawah kepemimpinan Sunwoo, yang sudah diangkat menjadi manager divisi. Dari sejak saat itu, Sunwoo jadi sering lembur dengan alasan untuk melakukan coaching pada Jaehyo.
‘Cih. Coaching apaan sampe jam satu malem baru pulang?!’ rutuk Haknyeon kesal saat ia mengingat awal mula terjadinya percekcokan rumah tangga mereka.
Tidak cukup dengan pulang tengah malam hampir setiap hari, bahkan pada saat di rumah pun ponsel Sunwoo tidak pernah berhenti berbunyi. Semuanya dari Jaehyo.
Sunwoo selalu mengatakan bahwa semuanya hanya sebatas pekerjaan dan Haknyeon selalu percaya. Percaya bahwa Sunwoo benar-benar sudah bukan player seperti yang diceritakannya dahulu.
Setidaknya sampai seminggu yang lalu, saat Sunwoo pulang tidak terlalu malam dari kantor.
Dengan aroma parfum pria lain tercium dari kemejanya.
Dan hickey di lehernya.
Saat itu, tanpa berpikir panjang, Haknyeon membawa Cho-Hee dan pergi menuju kediaman Hyunjae dan Kevin. Meninggalkan Sunwoo yang sedang mandi.
Tidak terhitung berapa banyaknya Sunwoo pergi ke rumah Hyunjae dan Kevin untuk menjemputnya dan putri mereka. Tidak terhitung berapa banyaknya Sunwoo menghubunginya untuk menjelaskan semuanya. Namun Haknyeon tetap bergeming. Ia tidak mau mendengar alasan apapun.
Setelah satu minggu berselang, akhirnya Kevin mampu meluluhkan hatinya dan membuatnya setuju untuk berbicara dengan Sunwoo.
Haknyeon mendatangi rumah mereka malam itu, namun ia mendapati bahwa Sunwoo tidak ada di sana, maka ia pergi ke kantor Sunwoo—dan bekas kantornya juga sebelum ia resign untuk full mengurus Cho-Hee setelah mereka mengadopsinya.
Benar dugaannya. Disaat kantor sudah kosong karena jam kerja sudah lama selesai, Sunwoo masih ada di kantor, di ruangannya, dengan suara desahan-desahan tidak senonoh itu.
Sunwoo menggigit pipi bagian dalamnya sampai berdarah saat pemuda di pangkuannya itu menciumnya dan memaksanya untuk membuka mulutnya.
Tidak. Ia tidak akan memberikan privilege kepada pemuda itu untuk mencicipi dirinya. Hanya Haknyeon yang boleh melakukannya. Sunwoo memicingkan matanya saat ia rasa Jaehyo menggigit bibir bawahnya.
‘Anjing! Kurang ajar banget nih anak! Surat pemecatan kemaren nggak bikin dia takut sama gue, apa?!’ omel Sunwoo emosi dalam hati. Emosinya semakin bertambah karena ia sudah beberapa kali gagal untuk mengusir mantan anak buahnya itu.
“Dibuka dong Pak mulutnya. Nggak enak mainnya kalo nggak pake lidah.” Jaehyo merayu sambil bergerak-gerak sensual di pangkuan Sunwoo.
“Like the fucking hell I would, little evil!”
“Uh … I like that pet name, Sir,” goda Jaehyo.
“Gue ngehina elo ya, Kang Jaehyo! Bukan ngasih lo pet name!” desis Sunwoo geram.
“Tapi ini senjata Bapak udah bangun juga loooh … nggak mau sekalian kita mainkan aja?” Jaehyo kembali menggoda sambil mendesah sensual.
Sunwoo tidak memungkiri bahwa ia pun sudah cukup terangsang dengan semua gerakan dan stimulus yang diberikan oleh Jaehyo. Cukup terangsang sampai ia tidak berani untuk menyentuh Jaehyo dan mendorongnya menjauh, karena ia takut ia malah akan lepas kendali.
Ia sudah berubah, ia yang sekarang hanya untuk Haknyeon. Ia tidak akan mengotori dirinya lagi seperti dulu, karena itu berarti ia juga mengotori Haknyeon.
Sunwoo memicingkan mata melihat kondisi Jaehyo di pangkuannya. Wajah pemuda itu memerah dengan napas tersengal, tanda bahwa ia sedang dikuasai oleh birahinya. Kancing kemejanya sudah sepenuhnya terbuka—dalam usahanya untuk menggoda Sunwoo supaya menyentuhnya.
Dan kejantanannya. Sunwoo dapat melihat dengan gamblang bahwa kejantanan Jaehyo sudah tegak sempurna dengan cairan precum mengalir dari lubangnya. Ya, Sunwoo tahu karena Jaehyo sudah menurunkan celananya, menggoda Sunwoo dengan penis tegang yang sesekali berkedut itu.
Tidak mau munafik, Sunwoo memang tergoda untuk menyentuhnya, untuk memainkannya, dan mungkin memasukkannya ke dalam mulut.
Tapi tidak. Pemuda di depannya ini bukan Haknyeon. Ia sudah berjanji di altar untuk bersama dengan Haknyeon dalam susah maupun senang, dalam kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit. Dan ia bertekad untuk memenuhi janji itu sampai maut memisahkan mereka. Maka dari itu, menguatkan tekadnya, Sunwoo mengepalkan tangan dan meletakkannya di balik kursi yang ia—mereka—duduki.
“Saya tau loh Pak kalo suami Bapak nggak pulang ke rumah selama satu minggu. Bapak nggak kasian itu senjatanya nggak dibersihin amunisinya selama seminggu? Lubang saya nggak kalah enak sama punya suami Bapak sih harusnya. Masih ketat juga, Pak. Bapak nggak penasaran?”
Sunwoo terdiam dengan napas memburu. Jaehyo tersenyum senang.
“Nggak apa-apa Pak sekali-sekali ngerasain lubang yang lain. No strings attached. Biar ada bandingannya, gitu. Bapak emangnya nggak bosen cuma masukin satu lubang aja? Udah lima tahun nikah ‘kan pasti mainnya gitu-gitu aja, lubangnya juga pasti udah nggak ketat lagi, udah nggak enak. Cari yang lain Pak biar ada variasi, nanti ajarin suaminya biar bisa makin muasin Bapak.”
Sunwoo tetap terdiam, namun matanya sudah berkilat membahayakan.
Haknyeon menahan napas dengan hati sakit saat ia tidak mendengar jawaban apapun dari Sunwoo. Ia hampir yakin bahwa pada akhirnya suaminya (mungkin soon akan menjadi mantan suami?) itu akan jatuh pada godaan yang diberikan oleh Jaehyo.
“Kim Haknyeon bukan alat pemuas nafsu. Kim Haknyeon adalah rumah gue, hidup dan mati gue, harta gue dan anak gue. Sekali lagi lo ngomong negatif tentang suami gue, gue nggak bakal segan-segan ngerobek mulut lo. Bare hand. Sekarang, turun dari pangkuan gue, lonte!”
Tersentak, mata Haknyeon langsung berkaca-kaca mendengar jawaban Sunwoo yang dilontarkan dengan nada tegas dan volume rendah, seperti yang selalu Sunwoo lakukan jika pria itu sedang emosi.
Oh. Jangan salah, Sunwoo tidak pernah menggunakan nada itu kepadanya ataupun Cho-Hee, namun Haknyeon sering mendengarnya jika Sunwoo sedang melakukan panggilan telepon atau melakukan rapat secara virtual di rumah dan anak buahnya melakukan kesalahan fatal.
Merasa semakin dicintai dan lebih percaya diri, Haknyeon membuka pintu ruangan Sunwoo dan melangkah masuk.
“Turun lo dari pangkuan suami gue!” perintah Haknyeon tenang. Dua pasang mata langsung menatapnya dengan terkejut.
Rasa bangga melingkupi dada Haknyeon saat melihat kondisi Sunwoo saat itu. Walaupun kondisi Jaehyo sudah sangat menggoda dan—secara harfiah—terbuka, namun semua pakaian Sunwoo masih pada tempat yang seharusnya. Masih tertutup. Masih sopan. Setidaknya Sunwoo berhasil melindungi dirinya supaya tubuhnya tidak digerayangi oleh Jaehyo. Peluh yang terlihat di dahi Sunwoo dan wajahnya yang sedikit pucat, memberi tahu Haknyeon seberapa keras usaha suaminya itu untuk melawan godaan yang ada.
“Hakkie … sayang …. Ini bukan seperti yang kamu kira. Aku bisa jelasin semuanya, Hak.”
“I know, honey,” jawab Haknyeon sambil tersenyum lembut, membuat Sunwoo ternganga saat pet name-nya disebut.
“Kata-kata gue kurang jelas? Turun dari situ sekarang! Itu bukan tempat lo!” Beralih kepada Jaehyo, Haknyeon kembali memberikan perintah.
“Tapi suami lo juga udah bangun, nih. Dia nggak segitu sucinya juga.” Tanpa malu, Jaehyo masih berusaha untuk menggoda Sunwoo dengan bergerak secara sensual di pangkuannya. Sunwoo melihat suaminya dengan tatapan tersiksa.
“Honey, di mana kamu nyimpen pisau untuk ngebuka amplop surat? Aku pengen motong kemaluannya yang nggak tau malu itu,” tanya Haknyeon manis kepada Sunwoo yang sempat menganga sebelum tertawa geli.
“Di laci ke dua, sayang. Kalo yang lama ada di laci di bawahnya, agak tumpul sih tapinya,” jawabnya geli, mengikuti permainan suaminya.
“Kita pake yang lama aja ya, biar nanti langsung dibuang bareng sama kontolnya dia.”
“Iya, boleh. Gimana kamu aja, sayang.”
“Gila! Kalian gila!”
Dengan takut dan terburu-buru, Jaehyo memperbaiki baju dan celananya saat Haknyeon bergerak menuju laci meja yang disebutkan oleh Sunwoo. Haknyeon melangkah semakin mendekati meja dan Jaehyo lari terbirit-birit keluar dari ruangan itu.
—aratnish'21