Rumah — 02. reward and punishment

cw // nsfw, half porn with no plot, cursing, harsh words, mentioning of genital, seduction, profanity, kissing, fellatio, binding, barebacking

please remember that : • this au is a fiction • character's personality and developments are solely for au purposes only • what is in this au, stays in this au



“Sayang … aku bisa jelasin semuanya,” ucap Sunwoo pelan saat mereka tinggal berdua di ruangan itu.

“Nggak perlu.”

“Hak—”

“Ssst.”

Sunwoo mengernyit bingung saat Haknyeon berjalan menuju pintu ruangannya. Suaminya menutup pintu itu, menguncinya, juga menutup tirai jendelanya. Membuat ruang kerjanya benar-benar menjadi ruang tertutup. Sesuatu yang mengerikan menyusup ke pikiran Sunwoo.

“Sayang, aku nggak beneran nyimpen pisau buat ngebuka amplop surat di laci,” katanya takut-takut. Haknyeon terkekeh geli sebelum mematikan lampu di ruangan itu.

“Hakkie?”

Mendekati kursi tempat Sunwoo masih terduduk, Haknyeon menyalakan lampu baca yang ada di meja kerja suaminya itu.

Sunwoo menelan ludah. Sesuatu dari gerakan Haknyeon dan penerangan yang temaram membuat birahinya meroket dengan cepat.

“Haknyeon?” Sunwoo kembali bertanya, kali ini dengan suara parau.

“Kamu harus dikasih hadiah karena udah bisa nahan diri, aku bangga sama kamu. Tapi, kamu juga harus dikasih hukuman, soalnya udah sempet bikin aku sedih dan marah.”

“Ap—”

Sunwoo terkejut saat Haknyeon melepas dasinya dan mengikat tangan kirinya ke sandaran tangan kursi. Masih bingung, Sunwoo hanya memperhatikan saat Haknyeon melucuti ikat pinggangnya dan mengikat tangan kanannya juga ke sandaran tangan.

Terikat seperti tahanan yang menunggu hukuman, Sunwoo menatap suaminya dengan bingung. Penerangan yang remang-remang memang berisiko memberikan ilusi mata, namun Sunwoo yakin ia melihat gairah berkobar di mata Haknyeon.

Perlahan, Haknyeon naik ke pangkuan Sunwoo, tempat Jaehyo sebelumnya melakukan pertunjukan. Sengaja bergerak sedemikian rupa, yang menghasilkan desahan tertahan dari Sunwoo, Haknyeon akhirnya memosisikan dirinya tepat di atas kejantanan Sunwoo yang kini sudah benar-benar tegang.

“Ha— ngh … Hakkie ….”

“Apa, honey?” Haknyeon menelusuri bibir bawah Sunwoo dengan jarinya sambil sedikit menggerakkan pinggulnya, membuat Sunwoo mengerang.

“Aku … duh. Hak, please ….”

Please apa, Sun? Hm? Bibir kamu berdarah. Si lonte itu ngegigit bibir kamu?” Sunwoo mengangguk sambil memejamkan matanya. Napasnya tercekat saat ia merasakan Haknyeon menjilat bibirnya yang terluka.

“Hak …,” isak Sunwoo.

Yes, honey?”

Kiss meplease?”

Tanpa diminta dua kali, Haknyeon mencium suaminya dengan mulut terbuka. Melewati tahap menggoda dan pemanasan, mereka berciuman dengan panas dan penuh nafsu. Setidaknya sampai Haknyeon merasakan luka di pipi bagian dalam Sunwoo.

“Kok bisa luka juga di situ?” tanyanya sambil memenuhi paru-parunya dengan oksigen.

“Aku gigit sendiri biar nggak tergoda untuk buka mulut.” Sunwoo menjawab dengan tidak kalah terengah.

“Baju kamu masih rapi semua. Dia nggak berhasil nelanjangin kamu?” Sunwoo mengangguk.

“Aku pukul tangannya tiap dia mau buka baju aku.”

“Hmm ….”

“Aisssshhhh ….” Sunwoo berdesis karena pada saat itu Haknyeon mengelus kejantanannya dari luar celana kerjanya. “Hak … sayang ….”


Perlahan, Haknyeon membuka kancing celana suaminya. Setelah kancing itu terbuka, Haknyeon bermain-main sebentar dengan ritsletingnya, sampai rasanya Sunwoo ingin menangis, sebelum menariknya turun secara perlahan. Setelah celana itu terbuka, Haknyeon turun dari pangkuan Sunwoo, membuat suaminya itu mengerang kecewa.

“Coba, bantu aku. Angkat sedikit.”

Mengikuti perintah suaminya, Sunwoo mengangkat sedikit pinggulnya sehingga Haknyeon bisa menurunkan celananya. Membebaskan inti dirinya dari kungkungan pakaian kerjanya. Menatap senjata suaminya sejenak, Haknyeon memosisikan dirinya di antara kedua kaki Sunwoo, tepat di depan kejantanannya. Sunwoo menatap Haknyeon dengan mata terbelalak.

‘Tunggu … ini … Hakkie serius mau oral?’ pikir Sunwoo bingung, karena oral sex bukanlah sesuatu yang menjadi favorit Haknyeon. Belum sempat ia menyuarakan pertanyaannya, Sunwoo tersentak karena Haknyeon langsung menggenggam kejantanannya tanpa peringatan.

“Argh! Sshh … Hakkie ….”

Tidak menjawab erangan suaminya, Haknyeon mulai menjilat penis Sunwoo dengan ujung lidahnya, dari bawah … dan perlahan bergerak ke atas. Ia memasukkan ujung lidahnya ke lubang penis Sunwoo, membuat suaminya itu merengek tertahan. Mengurut pelan penis di genggamannya, Haknyeon menatap Sunwoo yang menunduk dan memejamkan matanya, menikmati permainan Haknyeon di bawah sana.

Merasa mulai terangsang, dan tertantang karena Sunwoo menikmati service-nya, Haknyeon memiringkan kepalanya dan melingkari batang kemaluan Sunwoo dengan lidahnya, kemudian bergerak naik turun di sana. Sesekali memasukkan keseluruhan penis itu ke dalam mulutnya, membuat Sunwoo terkadang meringis ngilu saat kepala penisnya bergesekan dengan gigi suaminya. Tangan Haknyeon pun tak lupa memainkan pelan kedua testis Sunwoo.

“Ha—! Hak … hmmh … astaga! Fasterngh!” kata Sunwoo sambil terengah. Haknyeon menjauhkan mulutnya.

“Ssht. Kamu lagi dihukum, nggak boleh request apa-apa,” ujar Haknyeon tenang.

“Sayang … please …,” rengek Sunwoo yang merindukan kehangatan mulut suaminya di bawah sana. Merasa tidak tega, Haknyeon kembali mengulangi kegiatan fellatio-nya sampai ia rasa Sunwoo sudah cukup dekat dengan pelepasannya. Benar dugaannya, karena Sunwoo kembali mendesahkan namanya.

“Ha— Hakkie … aku ….” Haknyeon segera berhenti dan menjauh dari suaminya.

“Sayaaang … kenapaaa? Aku hampir sampeee …,” rengek Sunwoo.

Meletakkan telunjuk di depan bibirnya, Haknyeon perlahan mengarahkan tangannya ke celananya sendiri dan membukanya.

Holy shit, Kim Haknyeon …,” umpat Sunwoo pelan saat Haknyeon sudah melepas celananya.

Mereka sudah menikah selama lima tahun, dan sebelumnya sudah berpacaran selama satu tahun, tapi tidak pernah satu detik pun dalam hidupnya, Sunwoo kehilangan gairah saat melihat tubuh polos sang suami. Perlahan, Haknyeon naik kembali ke pangkuan Sunwoo.

“Hakkie, you’re killing me …,” bisik Sunwoo dengan suara parau.

“Ih kamu cerewet. Kamu waktu sekolah pas dihukum guru, pasti jadi gurunya yang ngerasa dihukum sama kamu karena kamu ngomong terus.” Haknyeon sengaja memajukan posisinya sehingga penis mereka yang sudah sama-sama tegang saling bersentuhan. Lagi, ia mendengar Sunwoo mengumpat dan mendesiskan namanya.

Dibawah tatapan Sunwoo yang penuh nafsu, Haknyeon mempersiapkan dirinya sendiri, membuat nafsu di mata suaminya semakin membara. Dirasa sudah cukup siap, Haknyeon menaikkan sedikit badannya dan mengarahkan penis Sunwoo ke lubangnya. Perlahan ia menurunkan tubuhnya sambil tetap mengunci pandangannya pada sang suami, dan pada saat seluruh penis Sunwoo terbenam di dalam tubuhnya, pasangan itu menutup mata mereka dan mendesah nikmat.

'Siapa bilang Hakkie udah nggak ketat lagi? Udah nggak enak lagi? Hakkie itu heaven on earth,' pikir Sunwoo di sela-sela kabut birahinya.


Setelah puas menyambut dan menghayati kehadiran Sunwoo di dalam dirinya, Haknyeon mulai bergerak perlahan. Walaupun cukup sulit dengan kedua tangan terikat di kursi, Sunwoo ikut menggerakkan pinggulnya untuk mencari klimaks bagi mereka berdua.

Beberapa kali Sunwoo tahu bahwa ia sudah menumbuk titik kenikmatan suaminya, namun setiap saat pula Haknyeon bermanuver supaya Sunwoo tidak mencapai titik itu lagi. Setiap Sunwoo bergerak lebih cepat untuk mengejar pelepasan, setiap itu pula Haknyeon berusaha memperlambat gerakannya.

Frustrasi, Sunwoo menengadahkan kepalanya, membuat lehernya terekspos di depan suaminya.

“Kenapa, Sun?” tanya Haknyeon dengan nada geli yang dapat didengar dengan jelas oleh Sunwoo walaupun suaminya itu terdengar cukup kehabisan napas.

“Hukumannya masih berapa lama lagi, sayang?” rengek Sunwoo sambil memejamkan matanya dan menikmati tempo pelan yang masih dipertahankan oleh Haknyeon. Sunwoo kembali mengerang saat ia rasa Haknyeon menjilati leher dan jakunnya.

“Pengen udahan aja?”

“Iya. Hukumannya, bukan make love-nya,” jawab Sunwoo memelas. Ia tidak peduli lagi jika ia terlihat lemah di depan Haknyeon.

Suaminya itu berhenti bergerak dan membenamkan penis Sunwoo dalam-dalam di dalam dirinya, membuat Sunwoo melenguh nikmat saat merasakan kehangatan yang melingkupinya secara keseluruhan. Saat ia rasa Haknyeon membuka ikatan dasi di tangan kirinya, ia langsung menegakkan kepala dan membuka matanya.

“Hukumannya selesai?” tanyanya penuh harap. Haknyeon mengangguk.

“Sekarang kamu bisa ambil hadiahnya. Do me as you please,” bisik Haknyeon sensual di telinga Sunwoo sambil membebaskan tangan kanan sang suami dari lilitan ikat pinggang.

Menggeram senang, Sunwoo bangkit sambil mengangkat Haknyeon—tanpa melepas penyatuan mereka, kemudian membaringkan sang suami di meja kerjanya. Haknyeon tertawa riang sementara Sunwoo mulai memompa dirinya dengan kecepatan yang diinginkannya—diinginkan oleh Haknyeon juga.

“Meja kamu penuh kerjaan,” kata Haknyeon sambil terengah karena Sunwoo terus menerus menumbuk titik kenikmatannya.

“Biarin,” geram Sunwoo tidak peduli.

“Kalo ada yang penting … ngggh!!! gimana?”

“Kamu yang paling penting!”

Tidak ada yang bersuara untuk beberapa saat, kecuali suara erangan, desahan, geraman, dan suara persetubuhan mereka di ruangan itu. Sampai ….

“Suuunh!”

“Bareng, sayang …. Sekarang!” Melenguh, keduanya mengeluarkan pelepasannya secara bersamaan.

Tidak peduli dengan kemeja yang masih dikenakannya, Sunwoo merebahkan tubuhnya di atas Haknyeon yang masih terkulai lemas di atas meja kerjanya. Membuat mereka berdua kini lengket karena terkena sperma Haknyeon. Kejantanan Sunwoo sudah melemas, membuat semakin banyak spermanya yang merembes keluar dari lubang Haknyeon, namun ia enggan mengeluarkannya dari dalam tubuh suaminya.

Tersenyum puas, ia merasa sangat damai saat Haknyeon mengelus rambut dan punggungnya.

I’m home now,” desahnya puas.

Welcome home, honey,” jawab Haknyeon lembut.


“Sun?”

“Ya, sayang?”

“Kita pulang pake baju apa? Baju kita lengket semua gini. Mana belom jemput Cho-Hee juga.” Sunwoo terkekeh.

“Bang Hyunjae sama Bang Kevin pasti mau lah ngasuh Cho-Hee malem ini aja. Aku masih mau berduaan aja sama kamu. Soal baju. Aku ada jas di sini, nanti aku tutupin pake itu aja. Aku nyimpen coat juga di sini, kamu bisa pake itu.”

“Oke.”

“Sayang?” panggil Sunwoo saat mereka sudah membersihkan diri—dan meja kerja serta lantai ruangan Sunwoo—seadanya dengan tissue.

“Ya?”

“Aku sama si lonte itu nggak ada hubungan apa-apa.” Haknyeon terdiam.

Hickey kemaren itu gimana ceritanya?”

He stole it from me waktu kita lagi lembur. Nggak berdua, ada Bomin juga waktu itu. Dia hampir ditonjok juga sama Bomin. Hari itu juga aku langsung minta izin ke Ayah untuk mecat dia.”

“Kok minta izin ke Ayah?”

“Soalnya dia anak temennya Ayah. Salah satu klien kantor juga.” Haknyeon membelalakkan matanya dengan ekspresi horror.

“Trus aku malah ngancem dia gitu tadi! Nggak akan apa-apa?!” Sunwoo tertawa.

“Nggak apa-apa. Dia udah langsung dikeluarin juga dua hari kemudian. Turns out dia memang anak bermasalah dan orang tuanya sengaja ‘nitipin’ dia ke Ayah supaya dia dididik jadi lebih baik. Ayah marah banget waktu tau apa yang dia lakuin ke aku—ke kita. Dan kayaknya sampe sekarang Ayah masih marah sama temennya karena temennya nggak ngasih tau sifat asli si lonte.”

“Maaf …,” ucap Haknyeon pelan.

“Maaf kenapa?”

“Maaf karena aku pergi tanpa denger penjelasan kamu.”

“Nggak apa-apa. Aku pernah ada di jalan yang salah, jadi wajar kalo kamu punya keraguan sama aku,” jawab Sunwoo menenangkan sambil menggandeng tangan Haknyeon keluar dari ruang kerjanya.

“Tapi aku tetep salah.”

“Bukan salah, tapi kurang tepat.”

“Sama aja!” protes Haknyeon yang membuat Sunwoo tertawa.

“Lain kali kita bicarain baik-baik, ya?”

“Jangan ada yang lain kali deh.”

“Iya, pokoknya kalo ada masalah, apapun itu, kita bicarain dulu baik-baik ya, jangan kabur-kaburan. Kita harus ngasih contoh yang baik buat Cho-Hee sedari dini.” Haknyeon mengangguk setuju.

“Ngomong-ngomong, sayang ….”

“Ya?”

“Malem ini temenin aku lembur, ya?”

“Kok???”

“Kertas yang jadi alas main kita tadi itu gambar kerja aku buat presentasi ke klien besok pagi.”

“TADI KAMU BILANG NGGAK PENTING!”

“Tadi emang nggak penting, tapi sekarang penting buat besok hehehe.”

“KIIIM SUUUNWOOO!!!”


—aratnish'21—