salted caramel cake and ... a promise for another encounter

Bagian 09 dari “Eternity”

“Tumben nggak pake masker?” tanya Chanhee petang itu, seolah-olah Changmin tidak memberi tahunya bahwa Sunwoo meracik serum anti-taring—begitu mereka iseng menyebutnya—siangnya.

“Mmm … biar enak ngobrolnya nanti,” jawab Sunwoo rikuh.

“Oh?” Chanhee menaikkan sebelah alisnya.

“Mmm … kemaren susah aja ngobrolnya sambil berusaha nyembunyiin taring.” Wajah Sunwoo kini sudah mulai bersemu merah muda.

Ya ampun lucu banget ini anak! gumam Chanhee dan Changmin dalam hati.

“Oooh. Oke. Hati-hati, ya! Inget, kalo kejadian kayak kemaren keulang, langsung pulang!” tegas Chanhee yang disusul dengan anggukan setuju dari Changmin.

“Iya, Kak. Gue pergi dulu, ya!”

“Hati-hati!” jawab Chanhee dan Changmin bersamaan.


“Uhm … yang kemaren …,” ucap Sunwoo pelan saat ia berhadapan dengan Eric. Haknyeon tidak terlihat di manapun petang itu.

“Yang kemaren? Kemaren ada pre-order cake?” tanya Eric sambil membuka file di komputernya.

“Eh! Bukan! Itu … kemaren, yang duduk di situ.” Sunwoo menunjuk tempatnya duduk kemarin. Eric mengernyit bingung.

“Oooh! Lo yang kemaren muntah lalu dibantuin sama Kak Juhak, ya?” seru Eric sambil menjentikkan jarinya dengan keras. Wajah Sunwoo langsung memerah.

“Gue pangling, soalnya kemaren lo pake masker. Gimana? Udah sehat beneran?”

“Udah.” Sunwoo berbohong, karena jujur saat itu ia sudah merasakan kakinya gemetar. Kalau ia tidak berpegangan pada pinggir konter, mungkin ia akan terduduk lemas di lantai.

“Syukurlah. Ngomong-ngomong, cake yang kemaren dibeli, enak nggak?”

Sunwoo mengangguk sambil tersenyum karena energi Eric yang begitu meluap-luap.

“Enak. Yang choco cake terlalu manis buat gue, tapi kata kakak-kakak gue sih enak banget. Gue suka cheesecake-nya. Rasanya pas, nggak terlalu machtig, terus teksturnya juga lembut. Base biscuit crumbs-nya juga cocok banget.”

Eric tertawa. “Komentar lo udah kayak juri di kompetisi masak aja. Jadi, hari ini mau beli apa?”

“Gue mau cheesecake lagi, terus … mm … strawberry shortcake-nya satu, sama salted caramel cake.” Eric menatap Sunwoo dengan bingung.

“Di sini nggak jual salted caramel cake.”

“Eh? Tapi kemaren Haknyeon bilang kalo hari ini dia mau bikin.”

“Hah? Serius? Kok Kak Juhak nggak bilang apa-apa ke gue, ya?”

“Jadi cake-nya nggak ada?” tanya Sunwoo tidak kalah bingung.

“Sepanjang yang gue tau sih, nggak ada. Tapi gue nggak berani mutusin juga, takutnya Kak Juhak bikin dan disimpen di ruangannya dia, nggak untuk dijual. Lo tunggu aja dulu, ya? Tadi Kak Juhak lagi nerima telepon dari supplier buah. Lo nggak buru-buru, 'kan?” cerocos Eric.

“Enggak. Gue santai, kok.”

“Ya udah. Mau sekalian pesen minum apa, nggak?”

“Teh jahe.”

“Hah?”

“Nggak ada di menu juga?” Eric menggeleng.

“Nggak ada, tapi kalo yang itu gue bisa bikin. Lo duduk aja dulu.”

“Oke.”


Sorry. Udah lama nunggu?” Sunwoo menengadahkan wajahnya dari ponsel yang sedang digenggamnya, kemudian tersenyum kepada wajah yang dikenalnya.

“Enggak, kok. Biasa aja.”

Haknyeon memperhatikan cangkir setengah penuh di depan Sunwoo.

“Teh jahe? Perut lo nggak enak lagi?” tanyanya khawatir.

“Enggak. Tadi ditawarin minum sama Eric, cuma gue ‘kan belom tau ada minuman apa aja selain teh jahe, jadi gue minta itu. Tapi kata Eric nggak ada di menu.” Haknyeon tertawa.

“Iya. Itu kemaren gue bikin karena lo lagi nggak enak perut aja.”

“Lebih enak bikinan lo,” ucap Sunwoo pelan.

“Eh?”

“Eh? Mmm … cake-nya ….” Sunwoo mengalihkan pembicaraan saat ia rasa wajahnya memanas.

“Oh! Iya! Bentar, gue ambilin dulu.”

Tidak berapa lama kemudian, Haknyeon kembali dan membawakan tiga potong salted caramel cake juga beberapa cake yang Sunwoo pesan kepada Eric sebelumnya.

“Kata Eric, cake ini nggak ada di menu?” tanya Sunwoo bingung.

“Iya. Gue awalnya nggak kepikiran untuk bikin ini, tapi karena lo minta, jadi gue bikin. Tunggu! Jangan protes dulu,” potong Haknyeon saat Sunwoo terlihat sudah membuka mulutnya untuk berkomentar.

“Kalo misalnya ini enak, gue rencananya mau masukin ke menu. Nah, peran lo dan kakak-kakak lo di sini adalah jadi tester kue ini. Kali ini nggak usah bayar, tapi kalo misalnya enak dan udah gue masukin ke menu, dan kalian mau beli, baru gue masukin ke bill. Gimana?”

Sunwoo menatap Haknyeon dengan curiga.

“Ini beneran nggak ada udang di balik batu?”

“Lah ya itu udangnya, kalian jadi tester. Kalo misalnya nggak enak dan kalian jadi diare, ya maaf aja,” goda Haknyeon yang mampu membuat Sunwoo tertawa.

“Tenang, gue nggak charity, kok. Nggak akan balik modal usaha gue kalo gue bagi-bagi kue terus.” Tersenyum, Sunwoo akhirnya mengangguk.

“Oke.”

“Nah, kalo gitu gimana kalo kita tukeran nomor HP?” Tidak menyangka akan usulan Haknyeon itu, Sunwoo membelalakkan matanya dengan terkejut.

“Buat apa?”

“Buat kalo lo mau protes ke gue karena cake-nya nggak enak, atau buat gue kalo mau nanya ada masukan apa buat cake-nya,” jawab Haknyeon tenang.

“Oh …. Oke.” Walaupun sempat bingung, Sunwoo akhirnya menyetujui usulan dari pemuda di depannya.

Setelah bertukar nomor ponsel, Sunwoo pun membayar pesanannya di kasir dan pamit kepada Haknyeon.

“Gue harus kerja.” Sunwoo menginformasikan kepada Haknyeon yang bertanya kenapa ia terburu untuk pergi.

“Eh? Lo kerja di mana?”

“Di Other World. Gue bartender di sana. Kapan-kapan mampir, ya. Nanti gue traktir.”

“Wah! Asik, nih!” seru Haknyeon girang.

“Gue boleh ikut, nggak?” timbrung Eric. Sunwoo mengangguk sambil tertawa.

“Iya. Boleh ikut juga. Nanti gue traktir kalian berdua.”

“Yeaaay!” Eric menari-nari menjauh sambil berseru girang.


Sunwoo memandangi chat room-nya dengan Haknyeon sambil tersenyum.

“Sun? Sehat? Kok senyum-senyum sendiri?”

Senyum segera hilang dari wajahnya.

“Bang Moonie, nggak bosen apa ke sini terus? Nggak ada atua lain yang perlu lo datengin?”

“Atua lain nggak seru. Lagian gue masih perlu memantau lo di sini.”

“Ah elah, udah dibilangin, gue tuh nggak apa-apa.”

“Balik lagi. Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Kenapa lo nggak pake masker? Kenapa lo jadi nggak ada taringnya? Lo pake serum?”

Sunwoo menggeleng pelan. “Kenapa, sih? Emang aneh banget kalo gue pake serum?”

“Ya … enggak, sih. Cuma, gue nggak bisa inget aja terakhir kali lo pake serum kapan.” Menggumam tidak jelas sebagai tanggapan, Sunwoo mematikan layar ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celananya.

“Itu tadi siapa?” desak Moonie.

“Siapa yang mana?” elak Sunwoo.

“Yang lagi chat-an sama lo.”

“Lo tukang ngintip, ya?!” tuduh sang atua.

“Jangan salahin gue kalo penglihatan gue lebih bagus dari yang lain.”

“Jadi salah karena lo pake buat ngeliat yang bukan hak lo.”

“Jawab aja kenapa, sih? Kenapa pake debat kusir gini?”

Sunwoo menghela napas kesal. “Tukang kue. Puas?”

Moonie tampak masih belum puas dengan jawaban Sunwoo, namun ekspresi jengkel pemuda itu membuatnya mencukupkan diri dengan jawaban yang ia terima.

Nanti gue tanya Chanhee atau Changmin aja, deh.


©️aratnish'22