Selamat Tidur
please remember that : • this au is a fiction • character's personalities and developments are for au purposes only • what is in this au, stays in this au
“Kakaaak ... aku capeeek ...,” rengek Sunwoo mengantuk sambil menaiki tempat tidur dengan gerakan super lambat.
'Jadi lebih mirip kungkang daripada rakun,' pikir Haknyeon geli. Namun kepada Sunwoo ia berkata,
“Ya tidur lah, Nu .... Lagian, bukannya langsung ke kosan, tapi malah ke apart aku. 'Kan lebih jauh jadinya dari kampus kamu.”
“Tapi di sini lebih enak. Sepi. Ada Kakak juga. Kalo di kos rame banget sama Eric, aku nggak bisa tidur.” Sunwoo ndusel-ndusel manja ke si Kakak yang sedang fokus membaca sebuah buku suuuper tebal.
Haknyeon tersenyum geli ke arah pacar kecil—umurnya, tapi bongsor badannya—yang kini sudah menopangkan kepala di bahunya.
“Kuliahnya full banget hari ini?” tanya Haknyeon sedikit mengalihkan perhatiannya dari buku yang sedang dibaca kepada yang lebih muda.
“Hu-um, terus tadi sempet latihan futsal dulu. Ini buku apa, sih? Tebel amat. Bisa dipake buat pondasi flyover kayaknya.”
“Taiko. Kalo emang full banget, nggak harus ikut futsal dulu 'kan bisa, jadi bisa istirahat lebih awal.”
“Tapi minggu depan ada tanding sama kampus Utara. Tim futsal Sipil-nya kuat banget. Ngapain sih baca buku setebel gini? Tulisannya juga kecil-kecil banget, kayak kutu kucing lagi upacara.”
“Ini tugas kuliah, buat dibedah berdasarkan kebudayaannya, frasa yang dipakai di zaman itu, pola pikir orang-orangnya, pesan moral, dan lain-lainnya. Ya udah, kamu tidur duluan aja. Aku nanggung ini dikit lagi, mau ngabisin satu bab dulu.”
“Mau ikut baca.”
“Yuk sini, tapi kalo kamu bosen, jangan salahin aku ya. Kamu 'kan sukanya komik, bukan yang full tulisan gini.”
Dengan sabar, Haknyeon sedikit menggeser buku hardcover berjumlah lebih dari seribu halaman itu ke arah Sunwoo yang jadi super clingy kalau sedang lelah.
“Kenapa dia dipanggil 'Si Monyet'?”
“Soalnya perawakannya mirip monyet.”
“Kok dia nggak marah ya dipanggil monyet? Orang dulu aneh,” komentar Sunwoo pelan, membuat Haknyeon tersenyum. Ia bisa saja menjelaskan alasannya, tapi ia yakin Sunwoo tidak berminat untuk mendengarkan teori panjang lebar saat ini.
Beberapa menit kemudian ....
“Ini lambang apa?”
“Lambang para pemimpin samurainya.”
“Oh. Yang punya Nobunaga Oda bagus, ya? Pengen bikin tattoo kayak gitu.” Sunwoo menguap di akhir kalimat.
“Di mana?”
“Di jidat,” jawab Sunwoo tidak jelas. Haknyeon terkekeh geli mendengar jawaban asal itu.
Beberapa kali Haknyeon merasa kepala Sunwoo hampir terjatuh dari tempat bersandarnya di bahu miliknya.
“Nu, tidur duluan, gih.”
”+^#^=;@^$*£!,+(%,” gumam Sunwoo tidak jelas.
“Hah? Gimana?”
“Hm-mm. Bentar lagi. Itu lagi rame. Strategi perangnya keren.” Sunwoo menunjuk halaman yang sedang dibaca Haknyeon dengan mata setengah terpejam.
Haknyeon ingin tertawa keras, karena bagian yang sedang ia baca sesungguhnya bagian yang amat sangat membosankan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan peperangan.
“Ehem.” Haknyeon berdeham untuk menyembunyikan tawanya. “Ya udah kalo gitu.”
“Hm-mm.”
Lima belas menit terlewati tanpa komentar dan gerakan apapun dari Sunwoo. Mengerahkan gerakan seminimal mungkin, Haknyeon melirik ke arah pemuda itu.
Sudah tidur pulas rupanya. Dengan mulut sedikit terbuka dan suara dengkuran halus terdengar dari sana.
Tersenyum, Haknyeon menyelipkan pembatas buku di halaman yang sedang dibacanya, lalu meletakkan buku itu di atas nakas.
Haknyeon perlahan mengubah posisi tidur Sunwoo agar berbaring nyaman di kasur dan menyelimutinya.
“Uuuhm ... Kakak mau ke mana?” tanya Sunwoo mengantuk saat Haknyeon beranjak turun dari tempat tidur.
“Matiin lampu dulu sebentar.”
“Jangan lama-lamaaa,” rengeknya.
“Iya, satu detik.”
“Satu. Udah. Siniii.”
“Hahaha iya bayiii ... sabaaar ....”
“Nunu bukan bayiii, kita cuma beda satu taun, Kakaaak.”
“Iya, tapi kelakuannya kayak bayi. Apalagi kalo lagi capek gini kamunya.”
“Bukan iiih ....”
“Udah. Udah. Sini tidur, biar besok seger lagi badannya.”
“Peluuuk.”
“Iyaaa.”
Sunwoo pun menyusup ke pelukan hangat Haknyeon.
“Selamat tidur, Kakak.”
“Selamat tidur, Nunu.”
Selamat tidur, semesta. —aratnish'21