Kehadiranmu — 21. pengakuan

cw // cursing, kissing, french kiss, groping

Setelah memberikan satu lumatan kecil, Sunwoo melepaskan ciumannya. Ia mundur beberapa sentimeter sampai ia dapat melihat wajah terkejut Haknyeon. Wajah pria di depannya itu memerah dengan mulut sedikit terbuka, seolah ingin mengatakan sesuatu namun tidak ada suara yang dapat ia keluarkan.

Dan semuanya itu sudah cukup untuk membuat akal sehat Sunwoo kembali.

“Hak .... Gue .... Shit ... sorry, lupain aja yang barusan. Gue minta maaf.”

Sunwoo bergerak menjauh sambil berusaha untuk membereskan barang-barangnya secepat mungkin, berniat untuk segera pergi dari apartemen Haknyeon sebelum semuanya menjadi lebih canggung lagi.

“Kenapa, Woo?” tanya Haknyeon pelan.

Gerakan tangan Sunwoo terhenti dan ia menatap Haknyeon yang melihatnya dengan tatapan tidak mengerti. Sunwoo sebenarnya paling enggan untuk membahas preferensi seksualnya dengan orang yang tidak ia kenal dekat, namun tindakannya beberapa menit yang lalu secara tidak langsung telah mengatakan semuanya dengan gamblang. Dan ia pun tidak bisa memungkiri bahwa Haknyeon pantas untuk mendapatkan penjelasan.

Setelah menarik napas panjang beberapa kali, akhirnya Sunwoo membuka suara.

Sorry ... gue ... gay.”

Mata Haknyeon membelalak sangat besar sampai-sampai Sunwoo menyangka bahwa kedua bola mata pria itu akan melompat keluar dan menabraknya.

“Iya, gue tau. Menjijikkan, 'kan? Lo pasti jijik sama gue, tapi lo tenang aja, yang tadi itu nggak akan gue ulangin lagi. Lo bisa pegang kata-kata gue. Gue nggak akan ganggu lo.”

“Gue nggak jijik ....”

“Nggak usah menghibur gue, Hak! Gue sadar diri kok kalo gue nggak normal.”

Sunwoo mulai merasa frustrasi. Ia selalu membenci proses menjelaskan dirinya kepada orang lain. Benci mengakui bahwa ia tidak sama dengan orang lain. Benci mengakui bahwa ia merasa takut ditolak oleh orang lain. Benci dipandang rendah oleh orang-orang “normal”—whatever normal is. Benci ketika orang-orang akhirnya memutuskan untuk pergi menjauh darinya seolah ia adalah penyakit menular.

“Gue juga ...,” ujar Haknyeon pelan sambil sedikit menundukkan kepalanya.

“Apa?”

“Gue juga, Woo.”

“Lo juga ... apa?” tanya Sunwoo tidak mengerti.

“Gue juga gay, Sunwoo.”

Tidak menyangka bahwa itulah tanggapan yang akan ia dapatkan dari Haknyeon, kali ini giliran Sunwoo yang membelalak sambil sedikit menganga.

“Lo ...???”

Not fully accepted my condition yet, but yeah ... I'm a gay.”

Lagi, kontrol yang Sunwoo miliki atas tubuhnya seakan menghilang. Perlahan ia mendekati Haknyeon yang masih duduk di atas sofa yang awalnya mereka gunakan untuk bekerja.

“Woo?” bisik Haknyeon saat wajah Sunwoo hanya tinggal berjarak beberapa sentimeter dari wajahnya. Haknyeon bahkan bisa merasakan napas hangat Sunwoo menerpa wajahnya.

Push me away, Haknyeon,” bisik Sunwoo sambil menatap bibir Haknyeon. Gugup, Haknyeon menjilat bibir bawahnya yang terasa kering, membuat Sunwoo mengerang pelan saat mengikuti pergerakan lidah itu dengan matanya.

Damn, Haknyeon! Please, push me away!”

Haknyeon menggeleng kecil, dan kontrol diri Sunwoo, yang saat itu hanya ditahan dengan seutas benang kecil, terlepas. Dengan tangan kanannya, ia menarik tengkuk Haknyeon sehingga bibir mereka bertemu di tengah untuk memulai serangkaian ciuman. Sementara itu, tangan kiri ia gunakan untuk berpegangan pada sofa, supaya tubuhnya masih berjarak dengan tubuh Haknyeon.

Walaupun sempat terkejut pada awalnya, Haknyeon mulai menutup matanya dan menikmati lumatan demi lumatan yang Sunwoo berikan pada bibirnya. Sesekali, Haknyeon menggigit kecil bibir bawah Sunwoo, membuat pria di depannya itu menggeram senang.


Merasa pening karena stimulus bertubi-tubi yang diberikan Sunwoo pada bibirnya, Haknyeon bergerak untuk mengalungkan tangannya pada leher pria itu. Perlahan, ia mengubah posisinya menjadi berbaring di sofa, tidak lupa membawa Sunwoo serta tanpa memutus tautan bibir mereka.

“Hak …,” tegur Sunwoo saat ia menyadari bahwa ia telah mengungkung Haknyeon di bawah tubuhnya.

“Ciuman lo bikin gue pusing, gue butuh rebahan ….” Haknyeon mengakui dengan malu-malu. Tertawa, Sunwoo mengecup pelan ujung hidung Haknyeon.

“Lo bahaya juga ternyata,” godanya yang kemudian mendapat hadiah berupa sebuah cubitan kecil di pinggangnya.

“Gue jadi pengen bikin lo makin pusing,” tegas Sunwoo sambil kembali mendekatkan wajahnya. “Siap-siap aja, Hak.”

Tidak menunggu jawaban dari Haknyeon, ia mulai mencium pria itu lagi. Kali ini lebih berani, lebih menuntut. Lebih sexy. Jujur, Haknyeon sedikit kewalahan mengimbangi manuver Sunwoo, namun tampaknya Sunwoo tidak mempermasalahkannya.

Pada satu titik, Sunwoo menggigit bibir bawah Haknyeon sedikit agak keras, sehingga pria di bawahnya itu terengah, dan sedikit membuka bibirnya. Momen itu lah yang diincar oleh Sunwoo, karena ia langsung menyelipkan ujung lidahnya di celah bibir itu.

Sekonyong-konyong merasa ragu, Sunwoo hanya menjilati pelan bibir bawah yang sebelumnya ia gigit, seolah meminta izin dari empunyanya untuk masuk lebih dalam. Dapat membaca niatan Sunwoo, dengan malu-malu Haknyeon menyentuh ujung lidah pria itu dengan lidahnya sendiri.

Tersenyum, lidah Sunwoo memasuki gua hangat tersebut, menyentuh sekilas lidah milik sang empunya gua sebelum mengabsen satu per satu aset yang ada di dalamnya.

Haknyeon mengerang geli saat lidah Sunwoo mengelus pelan langit-langit mulutnya. Erangannya membuat Sunwoo mencari lidah Haknyeon dan mengajaknya berdansa di dalam sana. Keduanya bergerak canggung, namun menikmati dansa yang sedang terjadi, pertukaran kehangatan, pertukaran pelukan, pertukaran saliva.

Merasa kekurangan pasokan oksigen, dengan berat hati Sunwoo memutus ciuman mereka. Ia melihat netra hitam Haknyeon yang menatapnya dengan sayu, juga napasnya yang terdengar terengah, seirama dengan napasnya sendiri.

“Lo tau nggak sih kalo lo tuh sexy banget?” bisik Sunwoo parau. Tidak tahu harus menjawab apa, Haknyeon hanya menaikkan sebelah alisnya.

Sexy tapi polos. Baru pertama kali, ya?” Haknyeon tertawa gugup.

That’s such a turn off, Kim Sunwoo.” Sunwoo tersenyum senang. “Kok malah seneng?”

“‘Kan biar bisa gue turn on-in lagi.” Tawa Haknyeon meledak.

“Mesum!”

Pervert is my middle name.” Sambil berkata demikian, Sunwoo menyelipkan sebelah kakinya di antara kedua paha Haknyeon.

“Woo …!” seru Haknyeon terkejut. Sunwoo menggeleng kecil sambil tersenyum.

“Nggak, gue nggak bakal ngapa-ngapain tanpa consent dari lo. Cuma ... nggak kasian apa sama yang di bawah situ dari tadi nggak diperhatiin?”

“Dia nggak protes, kok!” cicit Haknyeon gugup.

“Hmm?” Sunwoo mengelus pelan pangkal paha Haknyeon dengan pahanya sendiri.

“Sunwoo!”

“Udah lembap lho, Hak …,” godanya sambil mulai menciumi dan menjilati rahang Haknyeon.

“Sunwoo ….” Mendengar suara Haknyeon yang tampaknya sudah hampir menangis, Sunwoo melepaskan tawa yang sudah ia tahan, dan menjauhkan pahanya dari tempat ia menggoda Haknyeon sebelumnya.

“Becanda, Hak!” Benar saja, ia melihat mata Haknyeon sudah mulai berkaca-kaca.

“Maaf ya … becanda gue keterlaluan.” Sunwoo meminta maaf dengan tulus sambil mencium kedua mata Haknyeon bergantian.

“Ciuman lagi aja boleh?” tanya Haknyeon malu-malu. Sunwoo tersenyum sambil mengangguk mengiyakan.

Dan mereka pun kembali mengulang prosesi yang telah mereka lakukan sebelumnya.


Kembali beristirahat untuk mengumpulkan oksigen, Sunwoo menggunakan tangan kirinya untuk menopang tubuh, sementara tangan kanannya bergerak untuk menurunkan kerah kemeja yang dikenakan Haknyeon. Ia mengelus pelan kulit mulus di antara leher dan tulang belikat pria itu.

Naik … turun … naik … turun ….

“Ngapain?” tanya Haknyeon yang sudah dapat membaca apa yang diinginkan oleh Sunwoo.

“Pengen gue tandain.”

“Terus kenapa enggak?” tantang Haknyeon.

Sunwoo serta merta melihat ke arah Haknyeon dengan terkejut. Namun ia hanya membaca kepolosan di mata pria itu, ia juga bisa membaca rasa penasaran di sana.

‘Ini anak bener-bener polos. Gue tandain beneran nggak apa-apa gitu, ya?’ pikir Sunwoo.

“Woo?” tanya Haknyeon bingung dengan diamnya Sunwoo. Sebagai jawaban, Sunwoo mengecup keras bibir Haknyeon sebelum bibirnya berpindah ke area kulit yang ia sentuh sebelumnya.

Sunwoo bisa mendengar tarikan napas terkejut pria di bawahnya saat bibirnya menyentuh area kulit lembut itu. Perlahan, ia menjilati area itu, sementara tangan kirinya berpindah ke pinggang Haknyeon.

Ia memberikan area itu kecupan-kecupan kecil, sebelum perlahan membuka mulutnya dan mengisap dengan keras.

“Ha—! Aaah—!”

Erangan terkejut Haknyeon saat ia menandainya membuat libido Sunwoo kembali meroket. Menyurukkan kepalanya ke lekukan leher Haknyeon, Sunwoo sempat membuat beberapa tanda tambahan di sana. Tangan kirinya kini sudah bergerilya di dalam kemeja Haknyeon. Kulit bertemu kulit.

“Ha—ah …. Sun … woo …,” erang Haknyeon saat ujung jari Sunwoo menggoda puting kanannya, dan pinggul Sunwoo bergerak memutar dan menekan bagian bawah tubuhnya.

Saat itu, seluruh darah yang ada di kepala Sunwoo sudah bermigrasi ke bagian tubuh selatannya. Kepala yang berfungsi 100% saat itu adalah kepala bagian selatannya, sehingga dengan berani ia mengarahkan jemarinya ke pinggiran celana panjang yang dikenakan oleh Haknyeon.

Ia sudah bersiap untuk membuka kancing celana itu ketika tiba-tiba indera penciumannya menangkap sebuah aroma.

Vanilla.

Dan akal sehat Sunwoo dengan instan kembali ke tempatnya.

Eric.

Bagai ditembak, Sunwoo segera meloncat berdiri dari posisinya di atas Haknyeon. Dengan kalap, ia melihat ke sekelilingnya.

Kosong.

Tidak ada Eric.

Sunwoo mengarahkan pandangannya kembali ke sofa, ke arah Haknyeon yang masih terbaring di sana dengan rambut berantakan, mata sayu, pipi kemerahan, bibir yang bengkak dan mengilap karena pertukaran saliva mereka. Baju yang berantakan, beberapa tanda yang menyembul dengan manis dari balik kerah kemejanya, dan … sebuah gundukan di bagian selatan tubuhnya.

‘Indah. Sexy,’ pikir Sunwoo saat libidonya kembali menghampiri. Dan lagi-lagi, aroma vanilla itu melingkupinya.

“Hak … sorry …. Gue …. Gue nggak tau harus ngomong apa, tapi … sorry.”

Setelah mengambil barang-barangnya secepat kilat, Sunwoo segera pergi dari apartemen itu, meninggalkan Haknyeon yang masih terbaring di sofa dengan tatapan menerawang, dan napas terengah.

“What the fucking hell is that?” desis Haknyeon satu menit kemudian.


— aratnish’21