TAMPAR!!!
“Kenapa sih harus nginep?” tanya Haknyeon dengan lelah kepada laki-laki di depannya. Itu adalah hari Jumat ke-sekian dimana ia dan pacarnya berselisih paham tentang apa yang harus mereka lakukan untuk mengisi weekend mereka.
“Kamu nggak mau quality time sama aku?!”
Quality time lagi, quality time lagi. Emangnya quality time itu harus nginep di hotel bintang lima?!
“Bukannya gitu, tapi ‘kan quality time nggak harus nginep, apalagi di hotel berbintang.”
“Hotel itu ‘kan masih salah satu hotel di group keluarga kamu, pasti bisa dong dapet potongan harga, atau gratis sekalian.”
“Ya nggak bisa gitu juga, dong. Lagian, kenapa sih kita quality time-nya nggak bisa jalan-jalan biasa aja? Ke café gitu, atau nonton?”
“Pacaran sama lo itu kayak pacaran sama anak SD! Paling jauh cuma cium pipi doang! Lo pikir kita umur berapa, sih?!” Laki-laki di depan Haknyeon berdecih kesal. “Ngedatenya ke perpustakaan, makan di pujasera atau warung tenda. Apaan banget sih, Haknyeon?! Ngeliat latar belakang keluarga lo, setidaknya gue berharap kalo kita bakal ngedate di hotel bintang lima atau restoran mewah! Nggak taunya ... cih!”
Haknyeon memejamkan matanya, menahan amarah. Gue nggak bawa lo ke sana karena emang gue udah feeling lo cuma ngincer duit gue aja.
“Percuma gue ngedeketin lo. Asal lo tau ya, gue ngedeketin lo cuma karena body sama duit lo aja. Selebihnya, lo nggak ada apa-apanya di mata gue. Worthless.”
“Udah?” tanya Haknyeon tetap sambil menutup mata. Saat ia tidak mendengar jawaban apapun dari sosok di depannya, Haknyeon melayangkan tangan kanannya untuk menampar lelaki berengsek itu.
“Woo! Mau ikut nongkrong di rumahnya Felix, nggak? Katanya dia punya game baru,” ajak Hyunjin yang sudah sampai di pintu kelas. Sunwoo mengangkat wajahnya dan menggeleng.
“Pass. Gue ada jadwal futsal sama Hwall dan Eric.”
Hyunjin terlihat mengingat-ingat. “Oh iya. Sekarang hari Jumat, ya?”
Sunwoo mengangguk. “Oke. Have fun, ya!” Dengan satu lambaian tangan, Hyunjin keluar dari ruang kelas mereka.
“Simpenin browniesnya!” seru Sunwoo.
“You wish!” balas Hyunjin sambil tertawa.
“Sialan,” gumam Sunwoo geli sambil lanjut membereskan barang-barangnya. Sambil sesekali bersenandung pelan, Sunwoo melangkahkan kaki menuju gedung futsal tempat Hwall dan Eric sudah menunggunya.
Itu cowok ngapain dah berdiri sambil merem gitu? Ketiduran? pikir Sunwoo dalam hati saat ia melihat seorang laki-laki berdiri di depan gedung futsal. Mengedikkan bahu tanda tidak terlalu peduli, Sunwoo berjalan di depan lelaki itu, tepat pada saat lelaki yang memejamkan matanya itu melayangkan tangan kanannya dan ....
“WHAT THE HECK?! Apa-apaan, lo?!” maki Sunwoo terkejut sambil memegang pipi kirinya yang terkena tamparan.
“Ya lo ngapain di depan gue?!” maki Haknyeon balik.
“Ya gue cuma lewat! Emang gue ngapain lagi?!”
Haknyeon mengedarkan pandangannya dan melihat bahwa pacar— mantan pacarnya sudah berjalan jauh meninggalkannya.
“Sorry. Nggak sengaja. Itu tamparan bukan buat lo.” Haknyeon meminta maaf kepada Sunwoo yang masih terpana. “Tapi tetep aja lo salah karena udah lewat di depan gue,” lanjut Haknyeon sebelum melangkah pergi, meninggalkan Sunwoo yang kini sedikit membuka mulutnya karena bingung.
“Merah amat pipi lo. Kenapa?” tanya Hwall saat Sunwoo mendekati kedua temannya semasa SMA itu.
“Ditampar orang nggak jelas,” jelas Sunwoo sambil menggerutu.
“Lo apain anak orang?” timbrung Eric geli.
“Nggak gue apa-apain, ya ampun! Gue cuma lewat di depan dia, terus tiba-tiba dia nampar gue. Mana dia nyalahin gue karena lewat di depannya, lagi! Aneh banget tuh orang!”
Hwall dan Eric tertawa geli sebelum Hwall memberikan sebotol air mineral dingin ke arah lelaki yang masih menggerutu itu.
“Nih dikompres dulu pake ini biar nggak makin merah.”
“Thanks.”
Sialan si Bomin! Ngapain sih nanya-nanyanya harus di akhir kuliah? ‘Kan jadi makin lama selesainya! rutuk Sunwoo dalam hati sambil terus berlari tanpa melihat sekelilingnya. Terus berlari sampai ia tidak memperhatikan sesosok lelaki yang berdiri di depan pintu gedung.
“Hei!” panggil sosok itu saat Sunwoo hanya berlari melewatinya. Sunwoo berhenti dan menoleh ke arah laki-laki itu. Ia menoleh ke kiri dan kanan sebelum menunjuk dirinya sendiri.
“Gue?”
“Iya,” jawab Haknyeon sambil mengangguk dengan mimik serius.
“Ada apa?”
“Sorry.”
“Hah?”
“Minggu kemaren.”
“Minggu kemaren? Ada apa?” tanya Sunwoo semakin bingung. Ini anak ngomong apa sih? Gue udah telat banget nih.
“Gue nampar lo? Di sana?” Haknyeon menunjuk ke titik di mana mereka bertemu minggu lalu. Sunwoo mengikuti arah yang ditunjuk Haknyeon, berpikir sejenak, kemudian teringat.
“Oh! Iya, iya, gue inget.”
“Sorry,” ulang Haknyeon pelan.
“It’s okay, nggak fatal juga, kok.”
“Tapi gue nggak enak, sumpah! Mana gue sempet nyalahin lo juga. Maaf banget, gue nggak mikir panjang kemaren.”
“Hei, hei, seriusan nggak apa-apa, kok. Gue bukannya jadi gegar otak juga karena ditampar sama lo,” jawab Sunwoo geli.
“Gue traktir, ya?”
“Astaga! Nggak usah!”
“Tapi gue nggak enak!”
“Nggak apa-apa, beneran!”
“Gue beliin minuman, ya? Makanan? Atau gue bawain barang-barang lo ke dalem?”
“Nggak apa-apaaa!” Sunwoo mulai agak putus asa menolak Haknyeon dan semakin gelisah karena ia semakin terlambat.
“Tapi—”
“Kalo lo terus maksa, gini aja deh. Gue sekarang ada latian futsal, tapi gue lupa nggak bawa minum. Lo beliin gue air mineral aja gimana?”
“Bener cuma itu aja cukup?” Haknyeon memicingkan matanya dengan curiga.
“Iya. Cukup banget.”
“Oke. Kalo gitu gue beli minum dulu,” sahut Haknyeon setelah terdiam sesaat. Sunwoo mengangguk dan berbalik ke arah pintu.
“Haknyeon.”
“Hah? Gimana?” tanya Sunwoo bingung sambil kembali berbalik.
“Nama gue Haknyeon.”
“Oh. Gue Sunwoo.”
Haknyeon mengangguk dan berbalik untuk pergi membeli air mineral.
Anak aneh.
“Apaan sih, Ric?” balasnya lesu.
“Sejak kapan lo kenal sama dia?!!!” desak Eric sambil berusaha menarik Sunwoo ke posisi duduk.
“Siapa?”
“Ju Haknyeon,” jawab Hwall yang datang kemudian.
“Siapa?”
“Ituuu!” Eric menunjuk ke sisi lapang yang kini lumayan ramai.
“Oh. Haknyeon.”
“KENAL DARI KAPAAAN?!!”
“Baru tadi.”
“BOHONG! Kok bisa dia langsung bawain lo minum?!”
“Dia orang yang nampar gue minggu lalu, trus dia mau minta maaf gitu.” Sunwoo berdiri. “Emangnya kenapa sih? Dia artis?”
“Lo ga tau dia?” tanya Hwall penawaran. Sunwoo menggeleng. “Dia tuh primadona dari jurusan Arsitektur. Cakep, pinter, kaya lagi.”
Sunwoo mengangkat sebelah alis tebalnya. “Oh,” komentarnya singkat sebelum beranjak mendekati tempat Haknyeon menunggunya.
“Beneran ini aja cukup?” tanya Haknyeon sambil menyodorkan plastik belanjaan ke tangan Sunwoo. Laki-laki itu mengintip isi plastik itu sebelum tertawa kecil.
“Ini lebih dari cukup. Gue ‘kan tadi cuma minta air mineral aja, ini lo sampe beliin jus, ada cemilan juga.”
“Kasirnya nggak punya kembalian tadi,” jawab Haknyeon santai. Sunwoo mengangguk-angguk sambil mengambil botol air mineral dari dalam plastik.
“Thanks.” Haknyeon mengangguk.
“Kalo gitu gue pergi dulu.”
“Oke.”
Tanpa berkata apapun lagi, Haknyeon berbalik dan keluar dari gedung futsal itu.
“Karena gue mau ‘nraktir lo untuk minta maaf.”
Sunwoo menghela napas lelah. “Haknyeon, kejadian itu tuh udah hampir tiga bulan yang lalu, kenapa lo masih terus minta maaf, sih?”
“Hehehe.” Haknyeon tertawa kecil.
“Don’t ‘hehehe’ me!”
“Ya ... lo asik aja sih Woo diajak jalan sama ngobrol. Seru aja hangout sama lo.”
“Lo nggak punya temen lain emangnya?”
“Punya lah, tapi once in a while pengen juga hangout sama yang di luar circle jurusan.” Haknyeon menjelaskan sementara Sunwoo menggeleng kecil sambil memainkan es di dalam gelas caramel lattenya.
“Eh! Eh! Eh! Ada Hwiyoung!” bisik Haknyeon heboh sambil memukul-mukul pelan tangan Sunwoo.
“Hm? Siapa itu?”
“Anak jurusan gue.”
“Nggak tau.”
“Iya tau, makanya gue ngasih tau.”
“Buat apa?”
“Nggak tau, pengen ngasih tau aja.”
Sunwoo menarik napas dengan penuh kesabaran. Aneh. Anak ini super duper aneh.
“Lo suka sama si Hwiyoung ini?”
Seketika wajah Haknyeon memerah. “Dikit,” jawabnya pelan.
Sunwoo menggeleng geli. “Kalo lo suka sama dia, lo harusnya ngajakin dia hangout, bukan ngajakin gue.”
“Gue awkward kalo sama dia.”
“Ya makanya ajak jalan, ngobrol-ngobrol, membiasakan diri biar nggak awkward.”
Haknyeon memajukan bibirnya sambil mengangkat bahu dengan mimik tidak peduli.
“Kenapa?”
“Woo ... bantuin gue ...,” kata Haknyeon memelas.
“Bantuin apaan?”
“Kemaren tuh ‘kan Hwiyoung ngajakin nonton, tapi ‘kan lo tau sendiri ya kalo gue nervous banget kalo ngobrol sama dia? Gue susah ngomong gitu, deg-degan banget bawaannya, mau ngomong lidah rasanya berat, napas—”
“Iya, iya. Lo diajak nonton sama Hwiyoung, terus?” potong Sunwoo tidak sabar.
“Gue ... gue deg-degan.”
“Hm.”
“Terus gue bilang kalo gue udah ada acara.”
“Oke.”
“Dia tanya ada acara apa.”
“Ya.”
“Terus gue bilang gue udah janji mau nonton sama lo.”
“O— HAH?! Lo bilang apa?!”
“Gue bilang udah janji mau nonton sama lo.” Sunwoo menepuk dahinya dengan mimik lelah. “Terus dia akhirnya nanya boleh nggak dia ikut nonton ... terus gue jawab boleh ....” Haknyeon menunduk untuk memainkan jemari tangannya. Sunwoo memejamkan mata dan menarik napas panjang untuk menenangkan diri.
“Jadi, singkat cerita, sekarang kita bakal nonton bertiga sama Hwiyoung ini?”
“Iya ....”
“Gue pulang aja lah, ya? Gue males jadi obat nyamuk.”
“Woo! Jangan! Temenin gue, please. Gue beneran awkward kalo cuma berdua aja sama dia!” tahan Haknyeon sambil menarik lengan Sunwoo.
“Ta—”
“Haknyeon.” Mereka berdua menoleh ke arah sumber suara Hwiyoung.
“Hwii. Kenalin, ini Sunwoo, anak pertambangan. Woo, kenalin ini Hwiyoung, temen sekelas gue.” Kedua laki-laki itu bersalaman untuk berkenalan.
Today will be a long and awkward day, pikir Sunwoo sambil menepuk-nepuk tangan dingin Haknyeon yang melingkar erat di lengannya.
Ini seriusan gue jadi kayak obat nyamuk, deh. Sunwoo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal saat melihat Haknyeon dan Hwiyoung meninggalkan meja mereka untuk memesan minuman. Sunwoo tersenyum geli saat mengingat ‘sejarah’ perkenalannya dengan Haknyeon hampir satu tahun yang lalu. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan merasa nyaman untuk berteman dengan Haknyeon yang sebelumnya ia nilai sebagai orang aneh.
Haknyeon meletakkan segelas jus semangka di depan Sunwoo.
“Esnya sedikit, ‘kan?”
“Mhm. Thanks, gue tadi lupa ngomong.”
“Ke coffee shop kok minumnya jus?” tanya Hwiyoung geli.
“Dia besok ada tanding futsal, kalo minum kopi nanti dia nggak bisa tidur, terus besoknya dateng kesiangan ke lapangan, terus dimarahin Eric deh,” gelak Haknyeon, menjawab untuk Sunwoo. Laki-laki yang duduk di sebelahnya itu hampir tersedak.
Aduh anjir. Jantung gue pindah ke perut. Kok nih anak udah hapal aja gitu kebiasaan gue?
“Oh,” jawab Hwiyoung canggung.
“You know what? Lo udah nggak awkward kalo ada di deket Hwiyoung. Hayo ... lo udah mulai pacaran sama dia, yaa? Kok nggak ngasih tau gue?” goda Sunwoo saat Hwiyoung pamit terlebih dulu karena ada kerja kelompok. Wajah Haknyeon bersemu merah.
“Apaan sih?! Gue nggak pacaran sama dia! Gue cuma seneng temenan sama dia, dia enak diajak diskusi,” elak Haknyeon.
“Terus ngapain dong lo selalu deket-deket dia atau caper ke dia? Suka ‘kaaan?” goda Sunwoo lagi. Kok ada yang ‘nyuuut’ ya rasanya?
“Enggak ih, Sunwoo!”
“Suka juga nggak apa-apa, ‘kan? Pacaran juga nggak apa-apa. Tapi gue mau request satu hal, boleh?”
“Lo ngelantur, tapi gue penasaran lo mau request apa.”
“Kalo kalian mau putus nanti, kasih tau gue tempatnya biar gue nggak lewat situ dan kena tampar lo lagi.”
“GUE NGGAK PACARAAAN!!!”
“Ini udah hampir tengah malem, lho. Mana mobil lo juga lagi di bengkel,” timbrung Subin.
“Nggak apa-apa, gue udah minta dijemput kok, tapi emang supir gue nunggu di jalan gede, soalnya kalo masuk sini ‘kan susah lagi nanti muternya.”
“Iya deh, maaf kos-kosan gue tempatnya nggak bisa buat mobil bagus masuk,” goda San.
“San! Ih! Bukan gitu maksudnya!” San dan Subin tertawa.
“Iya, iya, ngerti. Ya udah gue anterin ke depan.”
“Nggak usah, gue bisa sendiri, kok. Lo sama Subin beresin aja ini maketnya, jangan sampe besok jadi berantakan, lo tau sendiri Subin kalo tidur lasak.”
“Mulut, ya!” Haknyeon tergelak.
“Gue duluan, ya! Sampe besok!” pamit Haknyeon setelah melihat pesan teks di ponselnya.
“Yo!”
“Ati-ati, Hak! Lampu gangnya ada yang mati, jadi pasti bakal gelap banget.” Haknyeon hanya menanggapi peringatan San dengan acungan jempol.
Angin dingin menyapa Haknyeon saat ia melangkahkan kakinya keluar dari rumah kos San.
Sepi yaaa ... serem juga, tau gitu gue minta tolong San atau Subin nganterin gue, batin Haknyeon sambil merapatkan jaketnya.
Ini jalan ke depan kok jaraknya jauh banget ya perasaan?
Tiba-tiba Haknyeon merasa ada yang mengikutinya dari belakang.
O-ow.
Haknyeon mempercepat langkahnya dan ia mendengar bahwa langkah kaki orang yang mengikutinya juga bertambah cepat. Haknyeon kini sedikit berlari dan karena suasana yang cukup gelap, ia tidak melihat bahwa ada lubang di depannya, yang membuat Haknyeon jatuh tersungkur. Orang yang mengikutinya meraih lengan Haknyeon saat laki-laki itu berusaha untuk bangkit.
“AAA! Pergi! Pergi! Pergi!” Haknyeon berteriak sambil berusaha berdiri dan menjauhkan diri dari orang yang memegangnya.
“Eh! Tunggu! Jangan teriak!”
“AAA!!!” Haknyeon memukul-mukul orang itu dan melayangkan beberapa tamparan.
“Hak! Astaga! Bentar dulu! Berhenti dulu!”
“Nggak maaauuu!!! Eh? Dia barusan manggil nama gue?”
“Haknyeon! Astaga! Ini gue, Sunwoo!”
“Bohooong! Sunwoo rumahnya nggak di deket siniii!” Satu tamparan telak mengenai pipi Sunwoo.
“Astaga, gue ditampar lagi. Ju Haknyeon!”
“Nggak tau! Gue bukan Ju Haknyeon! AAA!” Tamparan lainnya mengenai pipi Sunwoo walaupun tidak setelak sebelumnya.
“Ini anak, yaaa! HEH!” Kedua tangan orang itu kini memegang kedua sisi wajah Haknyeon dan memaksa untuk menatapnya. “Buka dulu matanya!”
Haknyeon membuka matanya perlahan dan setelah beberapa kali berkedip, matanya mulai menyesuaikan dengan pencahayaan sekitarnya, sehingga ia bisa melihat Sunwoo sedang berjongkok di depannya.
“Huwaaa Sunwoo! Gue kira lo orang jahaaat!” rengek Haknyeon sambil serta merta memeluk Sunwoo.
“Makanya dengerin dulu kalo orang ngomong! Pake nampar, lagi!”
“Ya lagian lo bukannya manggil, malah ngikutin doang, ‘kan bikin takut!”
Sunwoo membantu Haknyeon untuk berdiri dan membersihkan celana dan bajunya.
“Lo ngapain di sini jam segini?” tanya Sunwoo sambil memapah Haknyeon yang ternyata kakinya terkilir.
“Baru selesai kerja kelompok di kosannya San. Lo sendiri ngapain? Rumah lo nggak di daerah sini, ‘kan?”
“Abis ngegame di rumah Hwall. Pelan-pelan jalannya. Atau mau gue gendong aja?”
“NGGAK!”
“Sampe rumah dikompres.”
“Iya.”
“Kenapa lo nggak minta tolong cowok lo nganterin, sih? Bahaya tau pulang sendiri jam segini. Kalo ada orang jahat, gimana?”
“Udah gue bilang, gue sama Hwiyoung nggak pacaran!!” sergah Haknyeon kesal.
Sunwoo terdiam sejenak. Kemudian ....
“Kalo gitu ayo kita pacaran.”
Haknyeon berhenti berjalan dan menatap Sunwoo yang melihatnya dengan tenang (walaupun hatinya tidak setenang tampilannya).
“Ya udah,” jawabnya akhirnya sambil mulai kembali berjalan.
“Ya udah apa?”
“Ya udah ayo kita pacaran.” Terima kasih kepada gang yang gelap, baik Sunwoo maupun Haknyeon tidak melihat rona merah di pipi lawan bicaranya.
Sunwoo kembali terdiam.
“Oke.”
©️aratnish'22