Teach Me

Bagian 20 dari “Eternity”

Itu adalah tindakan paling intim yang pernah Sunwoo lakukan padanya selama dua bulan mereka menjadi sepasang kekasih. Selama dua bulan itu, sentuhan yang diberikan oleh Sunwoo tidak akan jauh dari genggaman tangan atau kecupan-kecupan ringan di dahi, pelipis, atau pipi Haknyeon. Sunwoo bahkan tidak pernah mengecup bibirnya, for Heaven's sake! Pelukan yang diberikan pun lebih berkesan bersahabat daripada pelukan antar kekasih.

Haknyeon sampai sudah menyerah untuk 'memancing' Sunwoo untuk melakukan yang lebih intim dari itu. Bukannya Haknyeon kegatelan, tapi ya masa iya, sudah dua bulan tapi tidak ada yang lebih intim dari itu? Sempat Haknyeon merasa insecure, merasa bahwa dirinya tidak menarik di mata Sunwoo, bahwa laki-laki itu setuju untuk menjalin hubungan dengannya hanya karena kasihan melihatnya menangis setelah disembur jus jeruk. Tapi semua perhatian Sunwoo mematahkan rasa insecure-nya.

Pernah ia mengeluh kepada Eric perihal kurang intimnya sentuhan yang Sunwoo berikan. Adik sepupunya itu berkata,

“Kalo kata gue, kayaknya dia belom pernah pacaran deh, Kak. Kayak masih malu-malu kucing ngegemesin gitu.”

Pada akhirnya, Haknyeon menyerah dan memutuskan untuk mengikuti pace Sunwoo, berpikir bahwa Sunwoo hanya perlu membiasakan diri dengannya. Maka dari itu, Haknyeon sangat terkejut saat Sunwoo mengecup bahu—tattoo-nya.

Apa jangan-jangan Sunwoo punya tattoo fetish? pikir Haknyeon saat menatap bingung netra Sunwoo. Ada yang lain di sana. Ada setitik api yang berkobar.

“Sunu? Sayang? Kamu kenapa?” tanya Haknyeon hati-hati saat Sunwoo hanya diam dan menatapnya.

“Boleh peluk?”

“Aku masih harus misahin adonannya.”

“Mau sekarang!” Haknyeon mengangkat sebelah alisnya saat mendengar nada mendesak itu.

Merentangkan tangan, Haknyeon berkata dengan geli, “Sini, anak manja.”

Tapi pelukan itu tidak seperti pelukan Sunwoo biasanya.

Tetap erat, tapi terlalu erat.

Tetap hangat, tapi terlalu hangat.

Menyalakan setitik api dalam diri Haknyeon.

Aduh. Gawat.

Haknyeon berusaha melepaskan pelukannya sebelum keinginannya menyala semakin besar. Tidak semudah itu, karena Sunwoo semakin mengeratkan pelukannya, bahkan menyurukkan wajahnya ke lekukan leher Haknyeon dan menarik napas panjang di sana sambil menggumam senang.

Gawat. Gawat. Gawat.

“Nu? Kenapa?” Berusaha menekan api yang berkobar semakin besar, Haknyeon mencoba mengajak Sunwoo mengobrol.

“Nggak apa-apa.” Kekasihnya itu akhirnya melepaskan pelukannya. “Kangen,” lanjutnya pelan.

Haknyeon tertawa kecil. “Baru juga ditinggal berapa menit,” katanya sambil mengelus pipi kanan Sunwoo.

Tidak seperti biasanya, Sunwoo menahan tangan Haknyeon di pipinya, bahkan menolehkan kepala untuk mengecup telapak tangannya sambil memejamkan mata. Haknyeon menahan napas saat Sunwoo membuka mata dan menatapnya tajam. Masih tetap mengunci tatapannya dengan Haknyeon, kepala Sunwoo bergerak sedikit maju dan menempelkan bibirnya pada pergelangan tangan kekasihnya, mengecupnya pelan, merasakan denyut nadi yang terasa semakin cepat di sana.

“Kamu deg-degan,” bisik Sunwoo parau. “Kenapa?”

“Kamu beda dari biasanya,” balas Haknyeon dengan suara yang lebih parau dari biasanya. “Kenapa?”

“Nggak tau.” Sunwoo terdiam sejenak. “Aku … aku nggak tau aku kenapa, Hakkie. Aku ngerasa nggak tenang, aku kepanasan, tapi … udaranya nggak panas, ‘kan?”

Memberanikan diri, Haknyeon maju selangkah dan sedikit menarik tengkuk Sunwoo dengan tangan yang tadi masih bersemayam di pipi kekasihnya. Sunwoo membeliak, namun tidak menarik diri, hanya menatap Haknyeon dengan tatapan tertarik dan bertanya.

Haknyeon memajukan kepalanya sampai berada beberapa sentimeter di depan wajah Sunwoo. Menatapnya untuk mengetahui bagaimana reaksi sang kekasih. Tidak ada reaksi negatif yang diberikan, sehingga Haknyeon semakin berani untuk bergerak maju.

Maju sampai bibirnya menyentuh bibir Sunwoo. Hanya saling menempel, tidak ada pergerakan apapun dari keduanya, sampai akhirnya Haknyeon menarik sedikit kepalanya.

What was that?” tanya Sunwoo pelan.

A kiss?” jawab Haknyeon ragu.

Can we do that again? Longer this time? 'Cause I'm kinda loving it.”

Menampilkan senyum bahagia yang sangat lebar, Haknyeon menjawab, “Sure.”


Dari serangkaian kecupan, lumatan, pagutan, dan gigitan-gigitan kecil, Haknyeon dapat mengambil kesimpulan bahwa Sunwoo kurang berpengalaman dalam berciuman. Sunwoo sering kali tersentak terkejut dan ciuman balasan yang diberikan sangat terkesan ragu-ragu dan coba-coba.

Tapi memabukkan, pikir Haknyeon disaat yang bersamaan ia mengerang karena Sunwoo menggigit kecil nadi di lehernya.

Sesuatu yang keras di bawah sana menekan perut Haknyeon dan ia pun yakin Sunwoo merasakan hal yang sama di perutnya. Tanpa pikir panjang, Haknyeon menyelipkan tangannya di antara mereka dan menyentuh benda keras itu. Di luar dugaan, bukannya mengerang senang, Sunwoo tersentak dan segera menjauhkan dirinya dari Haknyeon. Tatapan takut dan bingung tersirat dengan jelas di wajah tampannya.

“Ke— Ap—” Sunwoo tidak mampu berkata-kata.

“A— Maaf, aku kira kamu— kita— Maaf, Nu.” Haknyeon tidak tahu untuk apa ia meminta maaf, tapi melihat wajah Sunwoo yang menatapnya dengan takut, ia merasa ia berutang maaf padanya.

“Ke— Kenapa kamu pegang … pegang … itu aku?” tanya Sunwoo takut-takut.

“Hah?”

Sunwoo terdiam sesaat. “Aku … belom pernah dipegang sama orang lain,” ucapnya pelan.

Ya Tuhan! Dia masih perjaka?!

“Astaga! Maaf, Nu … aku … aku nggak tau. Kita berhenti aja, ya. Kita jalan ke luar aja, yuk! Mau ke taman hiburan?” tawar Haknyeon gugup sambil berbalik dan membereskan adonan serta peralatan memasaknya. Gerakannya terhenti saat Sunwoo memeluknya dari belakang, melingkari perutnya dengan posesif, dan mengecup rahangnya dari belakang.

“Nu?” tanya Haknyeon terengah.

“Nggak mau. Nggak mau ke luar. Mau gini aja. Di sini.”

“Nu, kalo di sini terus, bakalan jadi lebih jauh dari ini,” ujar Haknyeon putus asa setelah menarik napas berat. Sunwoo terdiam cukup lama sehingga Haknyeon berpikir bahwa akhirnya lelaki itu mempertimbangkan untuk pergi ke luar. Sebuah gelengan kecil di tengkuknya membuat Haknyeon menahan napas.

“Nggak apa-apa.” Tanpa berkata-kata, Haknyeon berbalik di pelukan Sunwoo dan menatap mata yang balas menatapnya dengan serius.

“Jangan bercanda, Sunu.” Sang kekasih menggeleng dan mundur sejauh satu langkah.

“Aku serius, Hakkie. Aku mau sama kamu. Aku pengen bikin kamu seneng. Pengen bikin kamu enak.”

Perlahan, Haknyeon mengulurkan tangannya ke arah Sunwoo yang meraihnya dengan ragu-ragu. Dengan diam, ia membimbing Sunwoo menuju kamarnya.

Keduanya terdiam sambil bertatapan di balik pintu kamar Haknyeon. Sebesar-besarnya api yang sedang berkobar di dalam dirinya, Haknyeon tidak mau menakuti kekasihnya yang—tampaknya—tidak memiliki pengalaman apapun.

Sunwoo bukannya 100% polos dan tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah ini. Oh percayalah, ia sudah cukup sering melihat Chanhee dan Changmin membawa kekasih-kekasih mereka ke rumah selama berabad-abad. Tidak sekali dua pula Sunwoo memergoki kegiatan intim mereka bersama pasangannya. Jangan lupakan juga beberapa film panas yang ia tonton atas dasar penasaran—dan edukasi, katanya. Tapi ia tidak pernah berkeinginan untuk melakukannya dengan orang lain. Hell, ia bahkan tidak pernah tertarik untuk menjalin hubungan romantis dengan siapapun selama empat ratus tahun terakhir.

Dilihatnya Haknyeon mengulurkan tangan ke arahnya, melingkari lehernya, dan menariknya mendekat. Kekasihnya itu berhenti beberapa sentimeter di depan wajahnya dan menunggu. Tahu bahwa Haknyeon memberikan pilihan kepadanya, Sunwoo pun menutup jarak di antara mereka dan memagut bibir manis di hadapannya. Asal tahu saja, Sunwoo cepat belajar, terbukti dari bagaimana Haknyeon tersentak dan langsung menempelkan badannya pada Sunwoo.

Mengerang, Sunwoo menurunkan tangannya dari pinggang Haknyeon ke bokong lelaki itu dan meremasnya. Terengah, Haknyeon melepaskan ciuman mereka.

“Nu, kita berhenti aja, ya?”

“Kamu mau kita berhenti?”

“Sebenernya enggak, tapi kamu ….”

“Aku nggak apa-apa.” Mendekatkan bibirnya ke telinga Haknyeon, Sunwoo berbisik, “Teach me, baby.”


©️aratnish'22