Umbrella of Love — Kegunaan Lain Dari Payung
“Gue mau ngomong sama Kim Sunwoo.”
Semua siswa yang masih ada di kelas 11-5 pada saat istirahat itu menoleh ke arah pintu kelas. Changbin berdiri di sana dengan wajah kesal dan tangan dimasukkan ke saku celana seragamnya.
“Gue nggak mau ngomong,” jawab Sunwoo datar sambil menatap ke luar jendela kelas dari bangkunya. Changbin mendekati bangku Sunwoo dan berdiri di sebelahnya.
“Gue nggak minta persetujuan lo. Gue pemberitahuan doang, yang berarti gue tetep bakal ngomong sama lo.”
“Same goes here. Gue juga tetep bakal nggak mau ngomong sama lo.” Sunwoo masih tidak mau menatap Changbin.
“Hakkie pingsan.”
Kalimat itu memberi dampak yang sangat efektif, karena Sunwoo langsung menolehkan kepalanya ke arah Changbin.
“Apa lo bilang?”
“Ju Haknyeon pingsan. Waktu pelajaran Olahraga. Demam.”
“Kok bisa?”
“Kemaren dia ujan-ujanan ngejar lo.”
“Dia 'kan bawa payung?!”
“Mana kepikiran dia buat buka payung dulu baru ngejar lo?!”
“Hah?”
“Rumah lo di YYY, 'kan?” Sunwoo mengernyit heran dengan pergantian topik secara tiba-tiba itu.
“Yeah.”
“Rumah Hakkie di ZZZ.”
“Hah?! Katanya rumahnya di YYY juga??”
“Dia bohong biar bisa pulang bareng sama lo.”
“Ke— Kenapa?”
“Otak lo yang bikin lo sering jadi juara olim Matematika itu nggak bisa mikir sampe sana?!” kata Changbin gemas.
“Kak Hakkie suka sama lo, Nu,” bantu Eric dari bangku belakang Sunwoo. Pemuda itu langsung membalikkan badannya.
“Seriusan?!” Ia menatap Changbin dan mengulangi pertanyaannya.
“Iya. Dia ada di Ruang Sakit sekarang. Jengukin gih. Kasian ngigau terus anaknya, minta maaf terus sama lo.”
Tanpa diminta dua kali, Sunwoo segera berlari meninggalkan ruang kelasnya.
“Kak?” panggil Sunwoo pelan saat melongokkan kepalanya ke dalam Ruang Sakit.
“Sunwoo?” tanya Hanyeon bingung dengan suara serak.
“Kok bisa sakit?” Sunwoo bertanya saat ia sudah duduk di bangku samping ranjang Haknyeon. Yang ditanya tertawa sumbang.
“Keujanan pas ngejar lo.”
“Bukannya katanya bawa payung? Kenapa nggak dipake payungnya?”
“Takut nggak keburu ngejar lo. Tapi ternyata tetep aja nggak kekejar.”
“Terus kalo udah tau sakit, kenapa masih masuk sekolah?”
“Gue harus ketemu lo. Gue harus ngejelasin semuanya.”
“Nggak harus hari ini 'kan bisa.”
“Gue nggak mau nunda-nunda.”
“Oh.”
“Maaf ya Nu, gue bohong soal payung—”
“Lo bohong soal rumah lo juga kayaknya,” potong Sunwoo pelan.
“Iya. Itu juga.”
“Kenapa?” Sunwoo bertanya dengan pelan, takut berharap pada jawaban yang akan diberikan oleh Haknyeon.
“Biar gue bisa pulang bareng lo.”
“Kenapa?”
“Isn't it obvious? Gue suka sama lo, Kim Sunwoo.”
Sunwoo sudah tahu jawabannya dari Eric dan Changbin, namun mendengarnya langsung dari mulut Haknyeon tetap memberikan dampak yang luar biasa. Ia yakin wajahnya sudah sangat merah, karena kakak kelasnya itu menatapnya dengan geli.
“Dari lo kelas 10, gue udah merhatiin lo. Lo imut banget sumpah, tapi pendiem banget, serius banget. Yang makin ngeselin, lo dibolehin nggak ikut ekstrakurikuler apapun karena lo sibuk ikut olim sana-sini, jadi makin sedikit lah kesempatan gue buat ngedeketin—minimal ngobrol sama lo.
“Makanya waktu kita nggak sengaja ketemu dan ngobrol di depan locker gue, gue bener-bener pengen manfaatin itu, nggak peduli bahwa gue harus bohong ke lo. Hari itu gue beneran nggak bawa payung, tapi gue bohong soal rumah gue. Well, gue sebenernya udah tau sih rumah lo di mana, bahwa arahnya nggak searah sama rumah gue—”
“Lo stalker, Kak?” potong Sunwoo terkejut.
“Sembarangan! Gue anak OSIS, ya! Gue tau bisa nyari datanya di mana .... Eh anjir, gue beneran jadi kayak stalker ya kalo dipikir-pikir?” Sunwoo mendengus geli.
“Terus, besoknya kenapa bohong?”
“Soalnya gue kira lo nggak akan bawa payung, jadi gue bisa gantian nawarin, itung-itung bales budi untuk kemarennya.”
“Kenapa lo bisa ngira gue nggak akan bawa payung?”
“Soalnya gue kalo hari ini pake payung, besoknya suka lupa masukin lagi ke tas.” Kali ini Sunwoo benar-benar terbahak.
“Ada-ada aja. Tapi ... waktu kita ngobrol di depan locker lo waktu itu ... itu bukan kebetulan sih, Kak.”
“Eh? Gimana maksudnya?”
“Gue tau hari itu ada rapat OSIS, makanya gue sengaja nugas di perpus. Asal lo tau, tiap ada rapat atau kegiatan OSIS, gue pasti tinggal di sekolah lebih lama.”
“Hah?!”
“Gitu terus dari kelas 10. Cuma baru kemaren aja akhirnya kita beneran bisa ngobrol. Gue excited banget, makanya gue agak sakit hati waktu tau lo ngebohongin gue soal payung itu, bahwa lo cuma ngerasa nggak enak aja sama gue.”
“Tunggu ... tunggu ... tunggu .... Ini maksudnya gimana?”
“Maksudnya gue juga suka sama lo dari kelas 10, Kak. Tapi lo begitu bersinar dan cerianya, jadi gue nggak berani ngedeketin lo. Yaaa apalah gue yang kutu buku ini, 'kan?”
Sesaat keduanya terdiam ....
“Terus ... gimana?”
“Gimana apanya, Kak?”
“Gue suka sama lo, lo juga suka sama gue. Terus ... gimana?”
“Biasanya gimana?”
“Mmm ... pacaran?”
“Kakak mau kita pacaran?”
“Mau pulang bareng sepayung berdua juga.”
“Tapi rumah kita beda arah.”
“Ya nggak apa-apa, 'kan bisa kayak kemaren juga.”
“Nggak ah. Kasian lo-nya kelamaan di jalan, Kak. Kita pulang bareng sampe terminal bis aja, ya?”
“Tapi—”
“Kalo hari Sabtu boleh deh, pulang bareng sampe rumah, tapi gue yang nganterin ke rumah lo, bukan gue yang dianterin pulang.”
“Ck! Kecil-kecil ngatur.”
“Tapi suka, 'kan?”
“Iya sih ... hehehe.”
Haknyeon berdeham sedikit.
“Gue sekarang bawa payung,” lanjutnya sambil mengeluarkan payung dari tasnya yang tadi dibawakan oleh Changbin.
Ya. Haknyeon sudah diperintahkan untuk tidur saja di Ruang Sakit hari itu karena ia bersikeras tidak mau pulang cepat.
Sunwoo mengernyit bingung dan melihat ke luar jendela. Cerah. Ramalan cuaca juga mengatakan bahwa hari itu tidak akan turun hujan.
“Tapi hari ini kayaknya nggak bakalan ujan deh Kak.”
“Payung juga bisa dipake buat yang lain sih, Nu,” kata Haknyeon sambil membuka payungnya.
“Hah? Buat apa? Nari? Kita mau nari di sini?”
“Buat ini.”
Haknyeon menggunakan payung yang telah terbuka untuk menghalangi mereka dari pandangan orang lain yang mungkin masuk atau melongok ke dalam Ruang Sakit, kemudian menarik dasi adik kelasnya itu.
“Sorry in advance ya kalo nanti lo ketularan sakit,” bisik Haknyeon sebelum menempelkan bibirnya ke bibir tebal Sunwoo.
Terkejut, Sunwoo hanya bisa membelalakkan matanya. Namun saat Haknyeon menjauhkan wajahnya, Sunwoo tersenyum geli.
“Kalo cuma nempel gitu sih nggak akan ketularan, Kak. Gini nih kalo mau bikin gue ketularan.”
Sunwoo mengambil alih payung dengan tangan kirinya dan menangkup pipi Haknyeon dengan tangan kanannya, kemudian memagut bibir yang tadi hanya menempel malu-malu pada bibirnya.
“Kalo besok gue sakit juga, lo harus tanggung jawab, ya Kak,” ucap Sunwoo geli saat melihat wajah merah Haknyeon di depannya.
“Ah sial! Gue salting gara-gara adek kelas!” gerutu Haknyeon sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Sunwoo tertawa geli sambil membawa Haknyeon ke dalam pelukannya.
“Gemes banget! Pacar siapa, sih?”
“Pacar Kim Sunwoo,” bisik Haknyeon sambil balas memeluk Sunwoo.
—aratnish'21