Yang Diundang dan Tidak

Bagian 37 dari “Eternity”

Masa sudah berselang lebih dari satu bulan sejak Sunwoo menanyakan cara untuk kembali menjadi manusia kepada Moonie. Tidak sekalipun Moonie membalas pesannya, pun menjawab semua telepati yang ia kirimkan padanya. Sunwoo jadi berpikir bahwa tidak ada cara bagi dirinya untuk kembali menjadi manusia. Kalaupun ada, mungkin Moonie tidak mengizinkannya untuk kembali, oleh sebab itu Moonie mengabaikannya lebih dari satu bulan penuh.

Sunwoo pun berusaha berlapang dada dan melupakan keinginannya untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan normal bersama Haknyeon. Mungkin takdir memang sebercanda itu. Setidaknya ia harus bersyukur bahwa Haeseong bereinkarnasi menjadi Haknyeon, bukan menjadi seekor lebah. Saat itu Sunwoo tersenyum geli saat membayangkan Haeseong bereinkarnasi menjadi lebah dan semakin mengeratkan pelukannya kepada sang kekasih yang tidur bergelung dalam pelukannya.

Oh. Karena Moonie tidak membalas apapun dan karena Sunwoo (mulai) menyerah untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama Haknyeon dengan normal, maka ia—mereka—memutuskan untuk menghabiskan hari-hari mereka bersama dengan lebih berkualitas. Sunwoo akhirnya pindah ke apartemen Haknyeon sekitar dua minggu yang lalu, karena Juyeon meminta Eric untuk tinggal bersamanya. Sunwoo juga mengurangi jam kerjanya di Other World, dimana ia hanya bekerja tiga hari dalam seminggu. Selebihnya, ia gunakan untuk membantu Haknyeon di Arani, atau hanya sekadar cuddling di apartemen.

“Sun?”

“HAH?!” Sunwoo tersentak dari kegiatannya menciumi rahang Haknyeon malam itu saat ia mendengar suara Moonie di kepalanya.

“Kenapa, Nu?” tanya Haknyeon bingung dengan napas tersengal.

“Moonie ngontak aku. Sebentar ya, sayang.”

“Moonie?”

“Nanti aku ceritain, ya.” Sunwoo bangkit dari atas Haknyeon dan memperbaiki posisi duduknya di sofa ruang tamu mereka, setelah mencium kening Haknyeon.

“Ya, Bang?”

“Lama amat sih balesnya? Kayak yang sibuk aja! Padahal gue tau lo lagi nggak di OW!” protes Moonie. Sunwoo terkekeh pelan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, walaupun ia tahu bahwa Moonie tidak bisa melihatnya.

“Sibuk dikit sih, Bang.”

“Sibuk apaan?”

“Sibuk ngasih kebahagiaan buat Haknyeon.”

“TMI, ANJAY!” Lagi, Sunwoo terkekeh malu-malu saat mendengar Moonie protes di kepalanya.

Walaupun tampak aneh di mata Haknyeon, tapi laki-laki itu mengambil kesimpulan bahwa Sunwoo sedang berkomunikasi dengan temannya sesama atua melalui telepati. Memperbaiki posisi duduknya, Haknyeon pun bersandar di bahu Sunwoo sambil tangannya mulai mencari saluran acara televisi yang menarik—kegiatan yang sedang dilakukan mereka berdua sebelum akhirnya sibuk satu dengan yang lainnya.

“Lo ke mana aja sih, Bang? Chat gue nggak dibales, telepati gue dianggurin. Gue tau ya lo cuma nutup saluran telepati sama gue aja, soalnya Kak Chanhee sama Kak Changmin bilang, mereka masih bisa komunikasi sama lo!”

Moonie terdiam sejenak, kemudian, “Sorry.” Sunwoo mengernyit heran saat mendengar nada bersalah dalam suara Moonie itu.

“Lo kenapa, Bang? Kalo soal pertanyaan gue waktu itu, udah lupain aja, nggak apa-apa. Kalo emang nggak ada cara buat gue balik lagi jadi manusia, it's okay. Kalo misalnya ada, tapi lo nggak ngebolehin gue balik, it's okay juga. But please don't leave me in the dark.”

“Sorry.”

“Hey, it's okay, Bang. Are you … are you, okay?” Sunwoo jadi khawatir karena kurangnya antusiasme dalam suara Moonie. Anahera itu tidak menjawab pertanyaannya dan tidak bersuara untuk waktu yang cukup lama, sampai-sampai Sunwoo kira hubungan telepati mereka sudah terputus.

“Justru itu ….”

“Hah?! Gimana maksudnya?” Sunwoo terlonjak saat tiba-tiba suara Moonie terdengar lagi, padahal saat itu bibirnya sedang bermain-main dengan cuping telinga Haknyeon.

“Ada cara buat lo balik lagi jadi manusia—”

“SERIUSAN, BANG?!” Sunwoo terduduk tegak di sofa, membuat Haknyeon yang di sebelahnya menjadi limbung karena sedang bersandar padanya.

“—tapi risikonya gede banget.”

“Nggak apa-apa! Gue ambil semua risiko yang ada asal gue bisa balik lagi jadi manusia dan bisa bareng-bareng terus sama Haknyeon. Apa dan gimana Bang caranya?”

“Tapi risikonya—”

“Gue nggak peduli, Bang! Seriusan, gue nggak peduli apapun risikonya, gue jalanin!” potong Sunwoo. Ia menunggu dengan tidak tenang saat Moonie tak kunjung menjawab.

“Oke,” jawab Moonie akhirnya. Dan Sunwoo mengembuskan napas yang secara tidak sadar ia tahan. “Tapi—!”

“Tapi apa, Bang?”

“Gue harus ngasih tau caranya ke Haknyeon juga.”

“Oh?”

“Ini nggak bisa lo lakuin sendiri, harus dibantu sama Haknyeon.”

“Oke …?”

“Kapan gue bisa ketemu kalian?”

“Be right back.”

“Sayang?”

“Hmm?”

“Besok kamu bisa libur, nggak?” Haknyeon mengalihkan pandangannya ke arah Sunwoo dengan bingung.

“Kenapa?”

“Temen aku mau dateng, pengen ngobrol sama kita berdua.”

“Moonie tadi itu?”

“Iya.”

“Ngobrol apa?” tanya Haknyeon curiga.

“Mmm … jadi … itu … aku sempet nanya ke temen aku ini, kira-kira ada cara nggak biar aku bisa balik lagi jadi manusia. Nanyanya udah sebulan yang lalu, tapi dia baru jawab tadi.”

“Hah?! Seriusan ada caranya?!” Haknyeon berseru dengan girang.

“Iya. Ada, katanya. Tapi dia bilang dia juga harus ngasih tau kamu, karena aku harus dibantu sama kamu nanti.”

“Ya udah, ayo besok ketemu sama dia! Dia mau ke sini?”

“Lebih enak gitu, nggak sih?”

“Hm-mm. Iya. Ya udah, kamu kasih tau temen kamu besok dateng ke sini, aku kasih tau Eric dulu kalo besok aku ambil libur.” Haknyeon mengambil ponselnya sementara Sunwoo mengalihkan fokusnya kembali ke Moonie.

“Bang?”

“Gimana?”

“Besok di apartemen Haknyeon, oke kah?”

“Oke.”

“Perlu gue kirim alamatnya?” Sunwoo mendengar Moonie menghela napas panjang.

“Lo udah pelan-pelan ngelupain kehidupan atua, ya?”

“Maksudnya?”

“Gue tinggal ngelacak lokasi lo aja, nggak perlu lo ngasih alamat ke gue!”

Sunwoo tertawa dengan gugup. “Oh iya, gue lupa.”

“Ya udah. Besok gue ke sana.”

“Thanks, Bang.”

“Yo.”


Haknyeon dan Sunwoo duduk dengan gelisah sepanjang pagi, keesokan harinya.

“Deg-degan, ya?” tanya Haknyeon gugup.

Sunwoo tertawa sumbang. “Iya.”

“Aku excited banget karena tau ada cara supaya kamu bisa balik lagi jadi manusia biasa.”

“Sama. Aku juga. Ngebayangin bisa bareng-bareng sama kamu sampai akhir dengan normal.” Haknyeon tersenyum sambil mengangguk dan memeluk Sunwoo erat.

“Ngomong-ngomong, temen kamu katanya mau ke sini jam berapa?”

“Agak siang katanya, karena ada yang harus dia beresin dulu.”

“Ceritain dong temen kamu ini gimana, biar aku nggak kayak orang bego nanti.” Haknyeon mencoba mengalihkan rasa gugupnya dengan bertanya tentang Moonie, yang baru ia sadari belum ia tanyakan malam sebelumnya.

“Oh iya! Moonie itu … yang dulu ngebuat aku jadi atua. Kamu inget ‘kan waktu aku cerita bahwa ada malaikat yang ngedatengin aku dan nawarin untuk hidup abadi?” Haknyeon mengangguk. “Nah, itu Moonie. Sebutannya bukan malaikat, tapi anahera. Moonie yang nawarin aku untuk bisa hidup abadi.”

“Dia tau kalo aku reinkarnasi dari Haeseong?”

“Tau. Aku sempet cerita ke dia waktu itu.”

“Oh. Mungkin karena itu dia mau ngobrol sama aku juga, kali ya?”

“Bisa jadi.”

“Ada yang lain juga, sih.”

“AAAAAAAAA!!!” Haknyeon berteriak saat tiba-tiba Moonie muncul di depan mereka. Sunwoo menggeleng tidak setuju sambil memeluk Haknyeon yang menyembunyikan wajahnya di balik bahu Sunwoo.

“Nggak pernah denger sama yang namanya ngetok pintu dulu, Bang? Ini tempatnya Haknyeon, bukan tempat gue,” protes Sunwoo. Haknyeon mengintip dari balik bahu kekasihnya.

“Eh. Iya. Sorry. Kebiasaan.” Moonie menggaruk pipinya.

“Udah aku bilang, kita harusnya lewat pintu depan!”

“AAAAAAAAA!!!” Haknyeon berteriak untuk kedua kalinya saat Angello tiba-tiba muncul di sebelah Moonie.

“Bang Angello … Abang juga sama aja tiba-tiba nongol,” protes Sunwoo walaupun dengan nada geli.

“Kamu ngapain ikut?!” tanya Moonie panik.

“Pengen ketemu Haknyeon.”

Bel pintu berbunyi.

“Kamu nunggu tamu?” tanya Sunwoo bingung pada Haknyeon. Yang ditanya menggeleng.

“Eric, kali ya? Tapi Eric masih pegang kunci, sih. Harusnya dia bisa langsung masuk. Atau tetangga yang keberisikan karena aku teriak-teriak? Bentar ya aku buka pintu dulu.” Haknyeon pun beranjak menuju pintu, membukanya, dan termangu saat melihat sosok yang ada di depan pintunya.

“Siapa, Hak?”

“Halo! Ih, Angello! Katanya harus masuk lewat pintu?” protes sosok itu.

“Itu … siapa?” tanya Sunwoo bingung.

“Kenapa Honey juga ada di sini?!” pekik Moonie bingung.


©️aratnish'22